Senin, 16 April 2012

Daedalus dan Ikaros

Selama berabad-abad manusia bermimpi untuk menaklukkan langit, terbang seperti burung dan memiliki kekuatan seperti para dewa. Dan jauh sebelum pesawat terbang dan balon udara ditemukan, seorang pemuda Yunani telah membuktikan manusia bisa mencapai apa yang dicita-citakannya dengan keberanian dan tekad bulat. Inilah sebuah kisah di masa lalu tentang penerbangan manusia untuk pertama kalinya dalam sejarah yang manginspirasi umat manusia hingga bisa mencapai Bulan.

Athena, ribuan tahun sebelum Masehi. Di bawah dinding-dinding Akropolis, tersebar puluhan bengkel kerja dan studio para seniman. Disana bekerja para pemahat, pelukis dan seniman lainnya. Yang paling mahsyur diantara mereka adalah Daidalos, putra Erekhteus.

Patung-patung buatan Daidalos terlihat sangat hidup, begitu pula bangunan rancangannya yang membuat kota Athena yang cantik menjadi semakin cantik. Daidalos juga dikenal sebagai seorang penemu. Kompas geometris, alat bor, kapak, tiang dan layar kapal adalah hasil pemikirannya yang cemerlang. Konon, dewi Athena sendiri yang mengajarkan seni kepada Daidalos.




Tetapi orang hebat selain mengumpulkan teman-teman yang mengelilingi mereka, juga menciptakan musuh yang melihat dengan iri keberhasilan Daidalos.

Daidalos mempunyai asisten, seorang pemuda berusia limabelas tahun yang bernama Talos. Ia adalah putra adik perempuan Daidalos, Perdix. Talos sangat berbakat dan rajin. Salah satu penemuannya yang dikenal di dunia ini adalah gergaji. Awalnya ia ingin memotong batang kayu menjadi dua dan ia menggunakan tulang rahang ular yang bergigi tajam. Hasilnya kayu itu terpotong cepat dan rapi. Lalu ia mengambil pisau besi dan membuatnya bergerigi seperti gigi-gigi di rahang ular itu. Demikianlah gergaji muncul ke dunia untuk pertama kalinya.

Suatu hari, paman dan keponakannya itu berjalan-jalan di Akropolis. Mereka menyusuri tepian tembok tinggi dan mengagumi keindahan kota Athena dari atas bukit. Malang, tiba-tiba Talos tersandung, hilang keseimbangan dan jatuh dari ketinggian sehingga menyebabkannya tewas.

Musuh-musuh Daidalos yang senang mendengar kabar ini, menyeret Daidalos ke pengadilan kota Athena. Diputuskan bersalah oleh penuntut hukum yang korup dan disuap, Daidalos diasingkan dari Athena seumur hidup. Dengan pahit, Daidalos keluar dari kota kelahirannya itu. Ia menuju Piraeus, pelabuhan di dekat Athena, lalu berlayar ke kepulauan Kiklades, Delos, Naksos dan Thera sebelum menuju ke Selatan, ke pulau Kreta.

Pada masa itu, Kreta diperintah oleh Raja Minos, putra Zeus dan Europa. Kreta adalah kerajaan besar yang armada lautnya disegani di seluruh dunia. Knossos, ibukota Kreta, berlimpah emas. Istana dan kuil-kuilnya dibangun dengan sangat megah. Minos sangat bangga atas pencapaiannya, tetapi saat ia berkunjung ke Athena, semua prestasinya tersebut pupus. Athena walaupun tak sebesar Knossos tapi sangat cantik dan menawan dengan dihias karya-karya seni bermutu tinggi yang kebanyakan dibuat oleh Daidalos.

Saat raja besar itu kembali ke Kreta, ia masih terbayang-bayang hasil karya indah Daidalos di Athena. 'Andai saja Daidalos tinggal di Kreta', begitu gumamnya.

Tiba-tiba seorang utusan menghadap sang raja dengan membawa kabar gembira: Daidalos baru saja tiba di Kreta. Raja Minos segera melompat dari tempat duduknya dan menyambut seniman mahsyur Athena itu dengan upacara megah.

Demikianlah, Daidalos menetap di Kreta dan menghiasi pulau itu dengan karya-karya seni
yang tak ada duanya. Ia menkah dengan seorang gadis cantik dari Kiklades yang bernama Naukrate dan mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Ikaros. Naukrate tak lama kemudian meninggal ketika Ikaros masih kecil.

Ikaros mencintai seni arsitektur, lukisan dan pahatan seperti ayahnya. Ia ikut membantu membangun labyrinth, karya terbesar Daidalos di Kreta. Labyrinth adalah sebuah bangunan yang sangat rumit, memiliki banyak sekali ruangan, lorong serta pintu. Siapapun yang masuk ke dalamnya tak akan bisa menemukan jalan keluar.

Di bagian dalam labyrinth di penjarakan Minotauros, monster pemakan manusia yang bertubuh manusia dan berkepala banteng. Suatu hari seorang pahlawan Athena, Theseus, membunuh monster ini untuk menyelamatkan rakyat Athena yang setiap tahunnya harus mengorbankan tujuh pemuda dan tujuh gadis perawan untuk dilahap Minotauros.

Daidalos membantu Theseus mengalahkan monster itu dan begitu raja Minos mengetahui hal ini, ia sangat murka. Daidalos dan Ikaros dijebloskan ke dalam penjara di dalam labyrinth. Walaupun Daidalos sendiri yang membangun labyrinth, bukan hal yang mudah untuk keluar dari situ.

Sebagian ruangan labyrinth beratap terbuka dengan tembok-tembok tinggi. Dari sana, Daidalos dan Ikaros memandang ke langit, dimana burung-burung bebas beterbangan. 'Andaikan manusia punya sayap', pikir Daidalos yang lalu disanggah oleh putranya: 'tetapi manusia memiliki otak ayah dan suatu hari nanti manusia akan bisa terbang seperti burung-burung itu'

Daidalos terpekur diam, ia menengadah ke langit sambil berpikir keras dan sebuah gagasan berani tiba-tiba muncul di kepalanya...

Saat Daidalos sedang termenung, ratu Kreta dan istri Minos, Pasiphae datang menemui mereka. Ia tidak sekejam suaminya dan hatinya sangat sedih melihat seniman besar itu dan anaknya dikurung di labyrinth. Daidalos memohon bantuan kepada ratu Kreta itu untuk membawakan bulu-bulu burung atau angsa dalam jumlah banyak. Terkesan oleh tekad dan rasa percaya diri Daidalos yang begitu besar, sang ratu membawa bulu-bulu yang diperlukan Daidalos secara diam-diam.

Daidalos segera bekerja, ia menjalin bulu-bulu itu, satu demi satu, dengan menggunakan lilin. Pekerjaan itu sangat sulit dan membutuhkan waktu serta kesabaran, tapi dalam beberapa hari Daidalos telah menyelesaikan pekerjaannya.



Ia membuat empat buah sayap besar yang sangat bagus, bahkan para dewa sekalipun akan iri bila melihatnya. Dengan menggunakan tali dari kulit, Daidalos memasang sepasang sayap di lengan dan pundak Ikaros, lalu yang sepasang lagi dipasang di tubuhnya sendiri.

Daidalos mencoba menggerakan lengannya ke atas dan ke bawah, dan tubuhnya terangkat ke udara! Impian untuk terbang seperti burung dan dewa-dewa sudah di depan mata!

Sebelum berangkat, Daidalos berpesan kepada anaknya untuk berhati-hati: jangan terbang terlalu rendah, karena gelombang laut bisa membasahi bulu-bulu sayap dan jangan pula terbang terlalu tinggi, sebab matahari akan melelehkan lilin yang merekatkan bulu-bulu itu.

Ikaros mengangguk, dan saatnya sudah tiba. Daidalos mengepakkan kedua sayapnya dengan sekuat tenaga dan meluncur ke angkasa diikuti Ikaros yang terbang di belakang mengikutinya. Mereka melintasi istana Knossos dan di teras istana, raja Minos melihat pemandangan ajaib lewat di depan matanya: dewa-dewa bersayap terbang di atas istananya! Ia tidak menyadari bahwa mereka adalah Daidalos dan putranya.

Daidalos dan Ikaros terbang dengan tenang meninggalkan pulau Kreta. Mereka melintasi laut dan melihat pulau yang tampak seperti bulan separuh. Itulah Thera (Santorini), yang terpotong separuh akibat letusan gunung. Lalu mereka melintasi Naxos, kemudian Delos, dengan kuil Apollo yang berdiri megah. Dan sekali lagi lautan luas terbentang di bawah mereka.

Ikaros sangat menikmati perjalananannya, ia meluncur turun dan naik. Daidalos yang khawatir memperingatkan putranya tersebut, tetapi Ikaros menenangkan ayahnya. Tentu saja Ikaros bukan siapa-siapa bila ia tidak memiliki keberanian. Dan tidak bisa disalahkan bila anak-anak muda memiliki semangat dan keberanian melebihi orang yang lebih tua. Ia terbang semakin tinggi, seakan-akan matahari menariknya seperti magnet. Peringatan ayahnya untuk terbang dengan aman telah dilupakannya.

Ketika Daidalos menengok untuk memeriksa apakah semuanya baik-baik saja, ia tidak melihat putranya di belakang. Dengan panik ia mengawasi langit dari satu tepi ke tepi lainnya. Di kejauhan, ia melihat titik kecil yang terbang ke arah matahari...

"Ikaros...!! Ikaros, kembali...!!"

Daidalos berteriak berulang kali dengan sekuat tenaga tetapi langit luas menelan suaranya. Ikaros tidak mendengar panggilan ayahnya dan sesuatu yang sangat ditakutkan Daidalos terjadi. Perlahan-lahan matahari melelehkan lilin perekat dan bulu-bulu sayap Ikaros rontok satu demi satu. Seperti batu, Ikaros jatuh dari ketinggian. Daidalos berusaha untuk menangkap Ikaros, tetapi usahanya sia-sia belaka. Anak muda pemberani itu menemui ajalnya di dalam pelukan laut biru yang luas.



Laut itu kemudian diberi nama laut Ikaria dan sampai sekarang orang masih mengingat nama Ikaros sebagai pemuda pemberani yang telah mewujudkan cita-cita manusia untuk terbang. Sejarah memang selalu mencatat orang-orang pemberani dan tanpa mereka manusia tidak akan pernah melangkah maju ke depan.

Sementara Daidalos yang sangat terpukul atas kematian putranya hanya punya satu keinginan: melarikan diri sejauh mungkin. Ia lalu terbang ke arah barat dan akhirnya tiba di Sikelia (Sisilia). Beberapa tahun kemudian ia kembali ke Athena yang telah diperintah raja baru, Theseus,dan hukuman pembuangannya telah dibatalkan. Ia mendirikan sekolah di Athena dan mendidik banyak seniman besar hingga akhir hayatnya.

Prayudi~Greek mythology reteller
achilles79.multiply.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar