Minggu, 08 Agustus 2021

ULAMBANA (Zhong Yuan Jie)

 Zhong Yuan Jie awalnya berasal dari tradisi umat taoisme dimana dihari itu adalah hari kebesaran dari Di Guan (penguasa bumi, salah satu dari San Guan Da Di) yang bertugas memberi pengampunan dosa manusia. Sedangkan oleh sebagian besar masyarakat tionghua biasa disebut sebagai Gui Jie (Cioko/bulan hantu) yang menurut kepercayaan, pintu gerbang alam baka dibuka selama satu bulan agar semua leluhur dapat kembali kedunia manusia untuk menemui keturunannya. Zhong Yuan Jie juga bias disebut sebagai Qi Yue Ban (pertengahan bulan ketujuh) karena memang Zhong Yuan Jie jatuh dibulan 7 penganggalan imlek.

Umat buddhis juga memperingati Zhong Yuan Jie yang biasa disebut sebagai Ulambana dan biasanya dalam upacara ulambana juga terdapat upacara ChaoDu (penyeberangan arwah). Asal usul Ulambana tidak bisa dipisahkan dari kisah Maha Maudgalyayana yang menolong ibunya dari siksa neraka. Selain itu ada kisah2 buddhis yang berkaitan erat dengan bakti seorang anak yang menolong ibunya dari siksa neraka. Biasanya kisah2 anak berbakti itu menjadi dasar pembuatan sutra buddhis tentang penyeberangan arwah seperti kisah putri Brahmana dan kaisar Liang.


Maha Maudgalyayana(Moggalana) menolong Ibu
Pada zaman dulu, ada seorang Bikkhu yang bernama Maha Moggalana. Ia merupakan salah seorang dari 10 Murid Utama Sang Buddha Gautama. Maha Moggalana adalah murid Sang Buddha dengan kesaktian no. 1 (di bawah Sang Buddha).

Maha Moggalana pada suatu ketika, dengan mata bathinnya melihat ibunya yang telah meninggal dunia, berjalan bersama dengan sekelompok hantu kelaparan. Dengan maksud menolong ibunya, lalu ia mengisi nasi ke dalam sebuah mangkok, untuk memberi makan ibunya. Siapa sangka, begitu nasi akan disuapkan ke mulut ibunya, nasi tersebut berubah menjadi bara api yang panas membara. Maha Moggalana dengan menggunakan kesaktiannya mencoba berkali-kali, tapi setiap kali hendak masuk ke mulut ibunya, nasi tersebut berubah menjadi bara api.

Maha Moggalana terkejut luar biasa, lalu kembali dan melapor kepada Sang Buddha Sakyamuni. Sang Buddha berkata kepadanya : "Dosa ibu kamu terlalu berat, hanya dengan kekuatan kamu 1 orang, tidak bisa membebaskan penderitaan ibu kamu!".

Lalu Maha Moggalana berlutut di lantai, memohon kepada Sang Buddha sambil berlinang air mata : Mohon Buddha memberi petunjuk, bagaimana baru bisa menolong ibu saya agar terbebas dari lautan penderitaan, dan tidak bersama dengan para hantu kelaparan itu lagi.

Melihat usaha Maha Moggalana yang bersungguh hati ingin berbakti dan membalas budi orang tuanya, maka dengan penuh Maha Maitri Karuna (Welas Asih) dan Maha Prajna (Bijaksana), Buddha Sakyamuni memberikan petunjuk kepada siswanya agar ia memberikan dana paramita kepada Para Arya Sangha dan setelah itu memohon Arya Sangha mengadakan suatu upacara guna menolong meringankan penderitaan ibundanya.

Sang Buddha menjawab : Mengenai hal ini, membutuhkan kekuatan para Bikkhu di 10 penjuru, begitu sampai Hari Raya Tiong Gwan Cwe ini, mewakili orang tua dari 7 generasi, dan orang tua sekarang yang berada dalam bencana /malapetaka, mempersiapkan bermacam-macam sayur dan buah-buahan, untuk dipersembahkan kepada Yang Berkebajikan di 10 penjuru, setiap orang berbuat kebajikan, di saat ini barulah bisa membebaskan penderitaan semua hantu kelaparan.

Maha Moggalana merasa amat gembira dan dengan penuh rasa bakti segera melaksanakan petunjuk Gurunya. Ia mempersembahkan dana paramita dari hasil Pindapatta-nya kepada para Sangha, dan kemudian memohon para Arya Sangha mengadakan suatu upacara penyaluran jasa untuk menolong ibundanya.

Setelah menerima dana paramita dari Arahat Moggalana, para Arya Sangha kemudian mengadakan upacara dengan membaca mantra, dharani dan ayat-ayat kitab suci, yang mana semua jasa dan pahala dari upacara ini disalurkan kepada ibunda Arahat Moggalana dan juga kepada makhluk-makhluk lain di tiga alam sengsara.

Sewaktu upacara dilaksanakan, terjadilah berbagai keajaiban, api neraka menjadi padam, segala penderitaan berubah menjadi kegembiraan dan kedamaian, makhluk-makhluk di alam Neraka setelah menerima getaran suci hasil pembacaan dharani tersebut, terbebaslah mereka dari penderitaannya.

Ibunda Maha Moggalana segera tertolong dan tumimbal lahir di alam yang lebih baik, begitu pula makhluk-makhluk di tiga alam sengsara lainnya, ikut menikmati hasil jasa dan pahala dari diadakannya upacara ini, sehingga merekapun dapat tumimbal lahir ke alam lain sesuai dengan kondisi karmanya.


Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidha Sutra Bab 1
...........
Lagi pada masa lampau beberapa Asankhyeya-Kalpa yang tak terhitungkan, ketika itu terdapat seorang Buddha yang bernama BUDDHA PADMASAMADHISVARARAJA Tathagata, usiaNya mencapai 4 juta koti Asankhyeya Kalpa. Pada masa Saddharma-pratirupaka terdapat seorang putri Brahmana, yang banyak menanam benih kebajikan pada masa kehidupan yang lampau, sehingga kini ia selalu mendapat pujian orang sekitarnya. Di manapun ia berada, apapun yang dilakukannya selalu mendapat perlindungan para dewa. Tapi ibunya menganut ajaran sesat, selalu memfitnah Triratna. Sementara itu putri suci itu dengan berbagai kemudahan-kemudahan menasehati ibunya, supaya mendapatkan pandangan yang benar. Akan tetapi ibunya belum lagi percaya sepenuhnya, sudah ditinggal mati. Arwahnya jatuh ke dalam neraka Avicci. Putri Brahmana itu mengetahui betul bahwa ibunya semasa hidupnya tidak percaya kepada hukum sebab akibat, diperkirakan ibunya akan mengikuti karmanya, niscaya terjatuh ke dalam alam sengasara. Demi menyelamatkan ibunya yang malang itu secepat mungkin, Putri Brahmana itu menjual rumah kediamannya. Kemudian dari hasilnya ia tukar dengan dupa dan bermacam-macam bunga segar serta berbagai alat pujaan lain. Lalu sajian-sajian itu dipersembahkan di vihara-vihara untuk mengadakan puja-bhakti secara khidmat kepada Buddha di masa lampau.”

“Ketika itu putri Brahmana di vihara itu melihat Buddharupang Buddhapadmasamadhisvararaja Tathagatha yang agung megah, hal itu membuatnya lebih menghormat dan mengagumiNya. Seraya berkata dalam hatinya, bahwa Buddha ini memiliki gelar yang “Maha Sadar”, memiliki Sarvajna (kebijakan luhur). Jika saja beliau masih berada di dunia ini aku akan memohon beliau untuk menunjukkan di alam mana ibuku berada setelah ia meninggal dunia, pastilah beliau mau memberitahuku.”

“Pada saat putri Brahmana sedang bersedih dan lama sekali berdiri di depan Buddha rupang tersebut, tiba-tiba terdengar suara dari langit: “Putri yang berbudi, janganlah terlalu bersedih hati. Sekaranga aku akan menunjukkan tempat ibumu berada. Mendengar suara tersebut segeralah putri Brahmana itu mengatupkan kedua telapak tangannya ke arah langit seraya berkata: “Dewa berbudi manakah menghibur hatiku yang duka lara. Sejak ditinggalkan ibu tersayang, siang dan malam aku selalu merindukannya. Entah kepada siapa aku harus bertanya, di alam mana ibuku berada. “Kemudian dtang lagi suara dari langit: “Aku adalah Buddhapadmasamadhisvararaja Tathagata, seorang Buddha masa lampau yang sedang engkau puja. Melihat engkau merindukan ibu melebihi kesedihan umat-umat lain, maka aku datang untuk memberi tahu.”

“Putri Brahmana sangat terharu mendengar sabda Buddha tersebut, lalu ia menyembah dengan sekuat tenaga, sekujur tubuhnya mendekap tanah sehingga anggota badannya terluka dan iapun pingsan. Setelah ditolong orang sekitar vihara itu lama kemudian baru siuman kembali. Lalu ia menengadah ke langit sambil berdoa dan berkata, “Kasihanilah aku Buddha yang termulia, katakanlah segera di alam mana ibuku berada. Sebab jiwa ragaku tak lama lagi akan mati.” “Buddhapadmasamadhisvararaja Tathagata memberi tahu putri Brahmana: “Putri yang berbudi, setelah puja-bhaktimu ini selesai, cepatlah kembali ke rumahmu. Kemudian duduklah bersila di dalam kamar yang bersih dan pusatkanlah pikiranmu, lalu renungkanlah namaku terus menerus, lalu engkau dapat mengetahui di alam mana ibumu berada!”

“Setelah mendengar sabda tersebut Putri Brahmana merasa amat gembira dan lega, bergegas ia memberi hormat kepada Tathagata tersebut lalu pergi. Setiba di rumahnya putri Brahmana duduk bersila dan dengan sepenuh hati merenungkan nama Buddhapadmasamadhisvararaja dengan cara meditasi selama satu hari satu malam.”

“Dalam samadhinya, putri Brahmana itu merasa dirinya berada di pantai laut, air laut nampak bergelora. Banyak binatang buas yang berbadan baja berkejar-kejaran di tengah laut. Di sana juga terdapat ratusan ribu orang, laki-laki dan perempuan. Mereka timbul tenggelam di dalam air laut itu, sebagian dimangsa binatang buas yang ada di situ. Tak berapa lama, datanglah bermacam-macam setan Yaksa, ada yang bertangan banyak, yang bermata banyak, berkaki banyak, berkepala banyak, atau yang taringnya setajam pedang. Mereka berbondong-bondong mengusir orang hukuman itu menuju ke kelompok binatang buas di situ; sebagian setan Yaksa beramai-ramai menangkap orang tersebut, lalu menekuk kepala dan kaki, lalu menggulungnya menjadi gumpalan atau menarik tubuh orang tersebut hingga panjang sekali, atau mematahkan seluruh tulangnya atau menyobek-nyobek dagingnya hingga mati, kemudian mayatnya dibuang ke dalam laut. Tingkah laku mereka sangat kejam, sungguh sangat menakutkan sehingga tak ada seorang pun yang sanggup memandangnya lama-lama. Namun putri Brahmana itu tidak takut sedikitpun. Karena ia telah memuliakan nama Buddhapadmasamadhisvararaja Tathagata.”

“Saat itu datang seorang raja Setan yang bernama Amagadha menyambut putri Brahmana dengan penuh sujud seraya berkata, “Sadhu, Bodhisattva yang mulia! Ada apa gerangan datang ke alam ini ?”

Putri Brahmana bertanya kepada raja Setan: “Apakah nama alam ini? “Ini adalah Maha Cakravada, lapisan laut pertama di sebelah Barat.” Jawab raja Setan.

Putri Brahmana bertanya pula: “Benarkah di tengah-tengah Maha Cakravada terdapat alam Neraka?”

“Betul. Alam neraka persis ditengah-tengahny.” Jawab raja Setan.

“Raja Setan yang budiman!Katakanlah mengapa aku dapat mengunjungi alam neraka ini? Tanya putri Brahmana lagi.

Raja Setan Amagadha menjawab: “Engkau datang ke alam Neraka ini jika bukan karena kekuatan gaib, pastilah karena karma buruk.”

Tanpa salah satu sebab tersebut, sulit datang berkunjung ke alam neraka ini.

Putri Brahmana bertanya kembali: “Mengapa air laut itu mendidih dan di dalamnya banyak orang yang bersalah dan binatang buas?”

Raja Setan Amagadha menjawab: “Orang-orang tersebut datang dari dunia Jambudvipa, mereka mempunya karma berat dan baru meninggal dunia. Tapi selama 49 hari ini tiada seorangpun yang membuat jasa-jasa kebajikan untuk disalurkan kepada mereka, untuk menyelamatkan mereka. Sewaktu mereka berada di dunia, mereka enggan menanam benih kebaikan: Maka tanpa membawa suatu apapun kecuali karma beratnya, kini mereka harus menanggung hasil perbuatannya dan sesuai dengan hukum karma, mereka terjerumus ke alam kesedihan. Sebelumnya mereka harus menyeberangi lautan yang mendidih ini.”

“Disebelah Timur, kira-kira 100 Yojana dari lautan pertama ini terdapat satu lautan lagi dan keadaannya lebih menyedihkan dibandingkan dengan lautan pertama. Lagi di sebelah timur lautan kedua, terdapat satu lautan yang lebih menyedihkan lagi beberapa kali lipat dari lautan kedua!”

“Barangsiapa telah melanggar 3 macam karma (Trikarma), mereka langsung menyebrangi lautan ke alam neraka setelah kehidupan mreka berakhir. Ketiga lautan ini dinamakan Karmasagara.” Demikian Raja Setan menjelaskan.

Selanjutnya putri Brahmana bertanya lagi: “Di mana letaknya neraka itu?”

Jawab Amagdha “Di bawah ketiga lautan ini adalah neraka besar, jumlahnya ratusan ribu dan jenisnya macam-macam. Neraka yang besar berjumlah 18 buah. Yang sedang 500 buah, hukumannya berat sekali dan yang kecil ribuan banyaknya, juga berat hukumanNya.”

Putri Brahmana bertanya pula: “Ibuku juga baru meninggal dunia, entah di mana arwahnya berada.”

Raja Setan bertanya: “Ketika ibumu masih hidup di dunia apa pekerjaannya?”

Putri Brahmana menjawab: “Ibuku berpandangan sesat, suka memfitnah Triratna. Jika dinasehati ia hanya percaya sebentar, kemudian tidak menghormati Triratna lagi. Meskipun ibuku meninggal belum lama, entah di mana ia kini berada.”

“Siapa nama ibumu dan dari suku apa?” Tanya Raja Setan. “Orang tuaku adalah keturunan Brahmana. Ayahku bernama Silasudharsana dan ibuku bernama Vatri.” Jawab Putri Brahmana.

“Setelah Raja Setan Amagadha mendengar nama ibunya lalu beradara (anjali) dan berkata: “Pulanglah sekarang, Bodhisattva yang mulia! Tinggalkan alam yang menyedihkan ini, kembalilah ke tempat asalmu dan mulai sekarang tak usah cemas dan sedih lagi. Sebab tiga hari yang lalu, seorang terhukum di Neraca Avici bernama Vatri telah terlahirkan di alam Surga dan menurut kabar Vatri itu diberkahi oleh putrinya yang amat menyayanginya, yang pernah mengadakan puja-bhakti di vihara serta stupa Buddhapadmasamadhisvararaja. Maka kali ini bukan saja ibunya terbebaskan dari Neraka Avici, akan tetapi penghuni Neraka Avici yang lainnyapun mendapat kebebasan dan dilahirkan di Surga.”

“Setelah Raja Setan Amagadha selesai memberi penjelasan, iapun memberi hormat dengan adara lalu pergi.”

“Putri Brahmana merasa dirinya bagaikan orang yang baru sadar dari mimpi. Setelah mengakhiri samadhinya, ia merasa sangat riang gembira. Karena ia telah mengetahui asal usul dan sebab musabab itu. Kemudian ia kembali lagi ke vihara dan berikrar di depan Buddha rupang Buddhapadmasamadhisvararaja Tathagata: “Aku berjanji, bahwa selama berkalpa-kalpa yang akan datang aku bertekad akan memberikan kemudahan-kemudahan untuk menyelamatkan segala makhluk yang berdosa agar semua dapat membebaskan dirinya dari belenggu kesengsaraan!”

Sang Buddha Sakyamuni bersabda kepada Manjusri Bodhisattva: “Ketahuilah, bahwa yang disebut Raja Setan Amagadha itu kini beliau adalah Bodhisattva Dravyasri. Dan Putri Brahmana itu sekarang adalah Bodhisattva Ksitigarbha.”




Liang Hwang Pao Chan atau Sadhana pertobatan mulia Kaisar Liang adalah suatu sadhana yg legendaris yg disusun pd jaman Dinasti Liang. Kaisar Liang Wu Ti adalah Kaisar Dinasti Liang (di China) yang memerintah antara tahun 502-547. Pada usia 30 tahun Sang Permaisuri wafat. Meskipun telah meninggal beberapa bulan, Sang Kaisar masih bermuram-durja saja baik siang maupun malam. Pada suatu hari, saat sedang di kamar tidur, ia mendengar ada suara berisik di luar. Begitu melihat, ada seekor ular besar sedang bertengger di ruang utama. Sambil menyeringai, ular ini mengerdip-ngerdipkan mata kepada Sang Kaisar. Kaisar menjadi ketakutan, mau lari menyelamatkan diri, apa lacur tiada jalan keluar. Akhirnya ia memberanikan diri berseru kepada ular, "Istana Kaisar dijaga ketat bukan tempat tinggal bagi ular seperti Anda, Anda pasti siluman, apakah ingin mencelakai saya?" Si ular menjawab dengan suara manusia, "Saya adalah permaisuri Anda. Karena semasa hidup suka iri hati, bersifat kejam, bila marah, benda mati maupun hidup tidak luput dari amukan saya. Setelah meninggal, karena dosa-dosa ini terlahir sebagai ular. Tiada makan dan minum, tiada lubang tempat berteduh, hidup serba kekurangan, tidak berdaya. Ditambah lagi setiap sisik saya tumbuh banyak ulat, daging dan otot digigit dan digerogoti, sakit sekali bagai dicungkil pisau. Karena terlahir sebagai ular besar, bukan ular biasa, sehingga memiliki kemampuan khusus dapat menerobos penjagaan ketat istana. Mengetahui Kaisar amat menyayangiku, oleh karena itu menampakkan diri yang buru rupa ini di hadapan Kaisar, memohon bantuan untuk diselamatkan." Setelah itu ular besar ini pun menghilang.


Pada keesokan harinya, Kaisar mengumpulkan sejumlah bhiksu di istana, menceritakan kisah ini, kemudian menanyakan jalan keluar untuk membebaskan permaisuri dari penderitaan. Oleh Bhiksu Pao Ce dikatakan bahwa pengakuan dosa dengan bersujud kepada para Buddha dapat menyelamatkan permaisuri. Sang Kaisar lalu memerintahkan Bhiksu Pao Ce dan bhiksu lainnya membuat kitab pertobatan dosa berdasarkan berbagai kitab suci agama Buddha. Setelah itu menyelenggarakan upacara pertobatan dosa untuk Sang Permaisuri.


Tak lama setelah upacara dilangsungkan, pada suatu hari, istana diliputi wangi yang harum sekali. Secara kebetulan pada saat Sang Kaisar menengadah ke atas, tampak seorang dewa yang amat anggun. Sang Dewa berkata,"Saya adalah jelmaan ular besar. Berkat jasa-jasa Kaisar, saya telah terlahir di alam Trayastrimsa (Surga Tiga Puluh Tiga). Kini menampakkan diri untuk menunjukkan keampuhan pengakuan dosa. Terima kasih banyak." Sesudah berkata demikian, Sang Dewa pun segera menghilang.


Semenjak itu Sadhana Pertobatan ini mulai dikenal secara luas dan dijalankan oleh umat Buddhis Mahayana dalam menjalankan pertobatannya.


Seperti yg termaktub pada awal kitab ini, pembacaan Kitab Pertobatan Dosa Kaisar Liang mempunyai 12 harapan :

1. Semoga makhluk hidup di keenam alam memiliki pikiran luhur yang tiada batasnya.

2. Semoga kebajikan luhur yang tiada batasnya ini dapat membalas jasa semua welas asih yang telah diterima.

3. Semoga dengan kekuatan kebajikan ini membuat semua makhluk hidup mematuhi sila (moralitas), tidak berpikiran untuk melanggarnya.

4. Semoga dengan kekuatan kebajikan ini membuat semua makhluk hidup tidak acuh tak acuh terhadap yang patut dihormati.

5. Semoga dengan kekuatan kebajikan ini membuat semua makhluk hidup, dimana saja mereka berada tidak timbul pikiran dendam atau marah.

6. Semoga dengan kekuatan kebajikan ini membuat semua makhluk hidup tidak iri terhadap apa saja.

7. Semoga dengan kekuatan kebajikan ini membuat semua makhluk hidup tidak pelit terhadap apa saja.

8. Semoga dengan kekuatan kebajikan ini membuat semua makhluk hidup tidak egois terhadap rejeki yang telah diperoleh, tetapi membagikan juga kepada semuga yang tidak terlindungi.

9. Semoga dengan kekuatan kebajikan ini membuat semua makhluk hidup menjalankan empat perbuatan Boddhisattva bukan hanya untuk diri sendiri saja.

10. Semoga dengan kekuatan kebajikan ini membuat semua makhluk hidup bila melihat orang sakit-sedih-tiada sanak keluarga timbul pikiran untuk menolong agar mereka memperoleh kebahagiaan.

11. Semoga dengan kekuatan kebajikan ini bila ada makhluk hidup harus ditundukkan (kebajikan), menjadi tertunduk; bila ada makhluk hidup yang harus diterima, menjadi diterima.

12. Semoga dengan kekuatan kebajikan ini membuat semua makhluk hidup, dimana saja mereka berada selalu ingat untuk mengembangkan Bodhicitta, membuat Boddhicitta ada terus tiada putus-putusnya.