Sabtu, 21 Agustus 2010
Relikui Kematian - The Deathly Hallows
Relikui Kematian - The Deathly Hallows adalah tiga benda pusaka sihir fiksi yang diceritakan dalam buku Harry Potter dan Relikui Kematian karya J. K. Rowling dan menjadi judul dari novel tersebut. Ketiga benda tersebut adalah Tongkat sihir Elder (Elder Wand), Batu Kebangkitan (Resurrection Stone), dan Jubah Gaib (Cloak of Invisibility). Diceritakan dalam novel tersebut, terdapat legenda di dunia sihir bahwa orang yang berhasil menggabungkan ketiga benda tersebut akan mendapatkan kemampuan untuk mengalahkan kematian.
Menurut penulis J. K. Rowling, sumber ide mengenai ketiga benda ini "mungkin" adalah kisah The Pardoner's Tale bagian dari The Canterbury Tales karya Geoffrey Chaucer
Relikui Kematian ditampilkan dalam novel ini dalam simbol yang digambarkan sebagai sebuah lingkaran di dalam segitiga sama sisi, dan keduanya terbagi dua dengan sebuah garis vertikal. Lingkaran ini melambangkan Batu Kebangkitan, segi tiga melambangkan Jubah Gaib, dan garis vertikal menggambarkan Tongkat sihir Elder. Menurut karakter Xenophilius Lovegood, ayah dari kawan Harry Potter, Luna Lovegood, editor dari majalah fiksi The Quibbler, simbol ini digunakan oleh para penyihir yang mempercayai legenda Relikui Kematian. Karena simbol ini juga sering digunakan oleh Gellert Grindelwald, seorang penyihir hitam dalam kisah yang melatarbelakangi novel ini, banyak penyihir yang keliru menganggapnya sebagai simbol Sihir Hitam. Dalam acara resepsi Bill dan Fleur Weasley, misalnya, Viktor Krum tampak terkejut ketika melihat Xenophilius memakai simbol yang mengerikan sejak enam puluh tahun silam.
Kisah Tiga Saudara (The Tale of the Three Brothers)
Dalam novel ini, Albus Dumbledore mewariskan Hermione Granger sebuah buku kuno berjudul The Tales of Beedle the Bard dalam wasiatnya. Ketika Hermione membaca buku tersebut, ia menemukan sebuah simbol aneh yang digoreskan dalam salah satu halaman. Harry, Ron, dan Hermione pernah melihat simbol yang sama itu digunakan oleh Xenophilius Lovegood, ayah dari kawan mereka, Luna Lovegood. Xenophilius memberi tahu mereka bahwa simbol itu adalah simbol dari Relikui Kematian. Ia bertanya apakah mereka mengetahui Kisah Tiga Saudara (The Tale of the Three Brothers). Hermione menanggapi bahwa kisah itu terdapat dalam The Tales of Beedle the Bard dan membukakan halaman di mana simbol tersebut digoreskan
Kisah yang ditemukan dalam buku kuno itu menceritakan tentang tiga laki-laki kakak beradik yang hendak menyeberangi sebuah sungai yang terlalu dalam dan terlalu berbahaya untuk direnangi. Tetapi karena mereka adalah para penyihir yang hebat, mereka menyihir sebuah jembatan yang menyeberangi sungai itu. Di tengah-tengah jembatan, mereka menemukan sebuah seseorang berkerudung, yakni Sang Maut itu sendiri. Sang Maut menjadi murka karena ketiga bersaudara yang pandai itu melewati sungai itu tanpa terluka sementara orang-orang sebelumnya yang berusaha melalui sungai itu semuanya tenggelam. Sang Maut berpura-pura mengucapkan selamat kepada para penyihir itu dan memberi tahu bahwa setiap dari mereka layak mendapatkan hadiah atas sihir mereka yang mengagumkan.
Saudara yang tertua, yang suka bertempur, meminta tongkat sihir tak terkalahkan yang layak untuk seorang penyihir yang telah mengalahkan Sang Maut. Untuk memenuhinya, Sang Maut mengambil ranting pohon Elder dan menciptakan sebuah tongkat sihir yang diberikannya kepada saudara tertua. Saudara yang kedua, yang angkuh, bermaksud mempermalukan Sang Maut lagi dan meminta kekuatan untuk memanggil yang telah mati. Sang Maut mengambil sebuah batu dari tepi sungai dan memberi tahu bahwa batu itu memiliki kekuatan kebangkitan. Saudara yang ketiga adalah yang paling rendah hati, paling bijaksana, dan tidak mempercayai Sang maut. Ia meminta sesuatu yang dapat membuatnya bepergian tanpa bisa diikuti Sang Maut. Jadi Sang Maut dengan sangat segan memberikan Jubah Gaib kepada saudara yang ketiga.
Setelah beberapa waktu, ketiganya berpisah dan pergi dalam pertualangan mereka masing-masing. Saudara yang tertua bertempur dalam duel yang selalu dimenangkan, membanggakan tongkat sihir yang didapatkannya dari Sang maut. Suatu malam, ketika ia sedang tidur, seorang penyihir yang iri hati mengendap-endap dan menggorok lehernya, lalu mengambil tongkat sihir itu untuk dirinya sendiri. Saudara yang pertama pun jatuh ke tangan Sang Maut. Saudara yang kedua memiliki sebuah rumah dan tinggal di sana sendirian. Ia mengambil batu itu suatu hari dan memutarkannya tiga kali di tangannya. Seorang wanita yang dicintainya, tapi telah meninggal dunia, muncul di sisinya. Wanita itu terpisahkan dari dunia kematian, sedih dan dingin. Saudara yang kedua menjadi gila dan membunuh dirinya sendiri untuk menyusul wanita yang dicintainya. Saudara yang kedua pun jatuh ke tangan Sang Maut. Namun demikian, Sang Maut tidak pernah menemukan saudara yang ketiga sampai ia melepaskan Jubahnya dan memberikannya pada putranya. Sang Maut pun muncul di sisi saudara yang ketiga yang menyambutnya sebagai kawan lama dan mereka pun meninggalkan dunia dengan sederajat.
Setelah Hermione melihat simbol Relikui Kematian di makam Ignotus Peverell di Godric's Hollow dan Harry teringat akan Cincin Marvolo Gaunt yang memiliki lambang Peverell, mereka menyadari bahwa ketiga bersaudara tersebut adalah keluarga Peverell: Antioch (yang tertua), Cadmus (yang kedua), dan Ignotus (yang bungsu). Harry percaya bahwa ia adalah keturunan dari Ignotus sendiri karena Jubah itu diwariskan di dalam keluarganya. Belakangan, hal ini dibenarkan oleh roh Albus Dumbledore yang muncul kepada Harry pada akhir novel ini. Alasan yang sama menyimpulkan bahwa Voldemort, dari Keluarga Gaunt, adalah keturunan dari Cadmus. Rowling telah membenarkan bahwa Harry dan Voldemort memang berhubungan dengan keluarga Peverell dalam sebuah wawancara, sebagaimana umumnya banyak keluarga-keluarga penyihir memiliki leluhur yang sama.
~Penanya: Setelah membaca mengenai pemilik asli Relikui Kematian, Peverell bersaudara, saya ingin tahu apakah Harry dan Voldemort bersaudara jauh: karena kakek Voldemort mewarisi cincin bertakhtakan Batu Kebangkitan?
~J.K. Rowling: Ya, Harry dan Voldemort memiliki sedikit pertalian saudara melalui keluarga Peverell. Tentu, hampir semua keluarga penyihir memiliki pertalian jika kita menelusuri mereka selama berabad-abad. Sebagaimana dijelaskan dalam buku Relikui Kematian, Peverell bersaudara menurunkan banyak keluarga penyihir.
J.K. Rowling mengungkapkan dalam sebuah wawancara bahwa judul novelnya sebelum dinamai Relikui Kematian direncanakan Harry Potter and the Peverell Quest. Di sepanjang novel, banyak penyihir berusaha menemukan ketiga benda sihir Relikui Kematian, seperti diceritakan oleh Xenophilius. Tapi rupanya tidak banyak yang sukses menemukannya. Lagi pula, mereka tidak memiliki bukti di mana letaknya benda-benda tersebut dan sama sekali tidak memiliki bukti bahwa legenda ini memang benar-benar ada.
Tongkat Elder (Elder Wand)
Tongkat Elder, yang melegenda sepanjang sejarah sebagai "Tongkat Kematian" atau "Tongkat Takdir", adalah tongkat sihir yang sangat kuat yang dibuat dari kayu pohon elder. Kemungkinan, tongkat ini adalah tongkat yang paling kuat yang pernah ada, dan bila digunakan oleh pemiliknya yang sah, ia kemungkinan tidak dapat dikalahkan dalam duel. Sebagaimana biasanya tongkat-tongkat sihir lainnya, Tongkat ini pun tidak akan mengizinkan dirinya digunakan untuk mencelakai pemiliknya yang sah. Kepemilikan tongkat sihir pun merupakan hal yang rumit. Sebagaimana dinyatakan oleh pembuat tongkat sihir Ollivander, kepemilikan suatu tongkat sihir hanya dapat dipindahkan secara tepat. Tongkat ini akan menundukkan diri kepada seorang pemilik yang baru, jika pemilik lamanya dikalahkan, dilucuti, dipingsankan, atau dibunuh. Hal ini dapat terjadi baik melalui duel sihir maupun melalui jalan non-sihir (membunuh seperti Muggle, misalnya). Jika pemilik tongkat meninggal tanpa dikalahkan, maka kekuatan tongkat sihir akan padam juga karena kekuatan itu tidak pernah dimenangkan dari pemiliknya.
Setelah menyombongkan tongkat sihirnya yang tak terkalahkan, Antioch Peverell tewas terbunuh ketika tidur oleh seorang musuh yang menginginkan tongkat itu. Sejak itu, tongkat sihir ini berpindah-pindah tangan di antara para penyihir yang haus kekuasaan. Setelah melalui beberapa masa, tongkat itu jatuh ke tangan Gregorovitch, seorang pembuat tongkat sihir Bulgaria. Gregorovitch berkoar mengenai Tongkat Elder yang dimilikinya untuk menaikkan popularitasnya ketika ia menghadapi persaingan dengan Ollivander. Ia berusaha mengungkapkan rahasia kedigdayaan Tongkat itu. Tongkat Elder kemudian jatuh ke tangan Gellert Grindelwald, yang mencurinya dari pembuat tongkat sihir yang terkenal itu. Tidak diketahui apakah Gregorovitch berhasil mengungkapkan rahasia Tongkat itu tapi ia mendapatkan reputasi terkenal di Eropa. Grindelwald kemungkinan memingsankan Gregorovitch ketika ia mencuri tongkat itu, karena Grindelwald mendapatkan kesetiaan tongkat itu. Kepemilikan Tongkat Elder kemudian berpindah ke Albus Dumbledore ketika ia mengalahkan Grindelwald. Dalam novel, Rowling tidak pernah secara eksplisit menuliskan bagaimana Grindelwald menjadi pemilik yang sah atas Tongkat Elder.
Ketika Dumbledore merencanakan kematiannya dengan Severus Snape, ia memaksudkan agar Snapelah yang mendapatkan Tongkat Elder tersebut. Dalam skenario ini, karena kematiannya bukan hasil dikalahkan, Dumbledore berharap agar dengan demikian kekuatan tongkat itu pun akan turut padam mengikuti kematiannya. Namun demikian, karena Draco Malfoy melucuti Dumbledore, maka rencana ini gagal dan Draco menjadi pemilik baru dari tongkat itu tanpa menyadarinya. Setelah kematian Dumbledore, tongkat ini diletakkan di dalam makam putihnya. Voldemort kemudian membuka makam tersebut dan mencuri tongkat itu menjadi miliknya. Belakangan ia menyadari bahwa ia tidak menjadi pemilik sesungguhnya dari tongkat itu karena ia tidak mengalahkan pemilik sebelumnya. Ia salah mengira bahwa tongkat itu telah menjadi milik Snape, karena Snapelah yang membunuh Dumbledore. Hak atas tongkat itu kemudian berpindah kepada Harry setelah ia melucuti Draco, walaupun Draco belum pernah sekalipun memegang Tongkat Elder itu.
Voldemort meluncurkan empat kali Kutukan Pembunuh kepada Harry, tetapi setiap kali selalu mengalami kegagalan. Kutukan Pembunuh yang pertama gagal, menurut Dumbledore, dikarenakan pengorbanan diri Lily Potter untuk melindungi Harry, dan setelahnya Harry menjadi Horcrux secara tidak sengaja. Kutukan yang kedua terjadi dalam buku keempat, ketika kedua inti tongkat melindungi Harry dan memberikan waktu kepada Harry untuk melarikan diri. Dalam kutukan pembunuh yang ketiga, Tongkat Elder menghancurkan bagian jiwa Voldemort yang berada dalam Harry (Voldemort tidak dapat membunuh Harry, tapi ia dapat menghancurkan bagian dari dirinya sendiri). Kutukan Pembunuh yang ketiga ini merobohkan Harry hingga ia masuk ke kondisi seperti-mati untuk beberapa saat, di mana ia mendapatkan pilihan untuk "terus melanjutkan" ke kehidupan setelah kematian, atau kembali ke dunia, dan ia memilih kembali. Kutukan Cruciatus Voldemort, yang digunakan terhadap Harry ketika Voldemort mengira bahwa ia telah tewas, tidak menyebabkan kesakitan atas Harry. Dalam pertempuran terakhir, Tongkat Elder mengenali tuannya yang sesungguhnya dan ketika menghadapi mantera Expelliarmus dari Harry, tongkat itu menyebabkan kutukan pembunuh terakhir Voldemort berbalik dan membunuh dirinya sendiri. Harry adalah pemilik yang sejati dari tongkat itu dan tongkat itu tidak dapat menyakitinya.
Harry belakangan mempergunakan Tongkat Elder untuk memperbaiki tongkatnya sendiri yang telah patah. Tindakan ini sebetulnya dianggap mustahil menurut Ollivander.
Rowling mengungkapkan dalam salah satu wawancaranya bahwa salah satu judul yang dipertimbangkan sebelum Harry Potter dan Relikui Kematian adalah Harry Potter and the Elder Wand
Harry bermaksud mengembalikan tongkat itu ke makam Dumbledore dan bermaksud agar jika ia meninggal secara alami, maka kekuatan tongkat itu akan turut padam.
Batu Kebangkitan (Resurrection Stone)
Batu Kebangkitan memiliki kekuatan bagi pemiliknya untuk melihat dan berkomunikasi dengan mereka yang sudah meninggal. Menurut dongeng mengenai asal usul Relikui Kematian, setelah mempergunakan Batu Kebangkitan, pemilik aslinya, Cadmus Peverell, membunuh dirinya sendiri setelah melihat tunangannya yang telah meninggal tapi tidak sungguh-sungguh bersama-sama dengannya. Setelah beberapa waktu, batu itu menjadi milik Marvolo Gaunt dalam bentuk cincin. Baik Albus Dumbledore dan Gellert Grindelwald menginginkan batu tersebut, tapi untuk alasan yang berbeda. Sementara Dumbledore menginginkannya untuk berkomunikasi dengan keluarganya yang telah meninggal, Grindelwald bermaksud menggunakannya untuk membuat tentara Inferi. Voldemort mengubah cincin itu menjadi sebuah Horcrux, tanpa menyadari kemampuan sihir dari batu yang bertahta pada cincin tersebut. Batu ini kemudian digunakan terakhir oleh Harry Potter sebelum ia menghadapi Lord Voldemort.
Dumbledore menemukan cincin tersebut di antara reruntuhan rumah keluarga Gaunt, dan dengan segera menyadari bahwa benda itu adalah horcrux sekaligus salah satu dari ketiga Relikui Kematian. Karena kegairahannya akan penemuan Batu Kebangkitan itu, Dumbledore melupakan bahwa Horcrux itu kemungkinan besar telah dikutuk. Dimotivasi oleh hasrat terdalamnya, ia segera mencoba mempergunakan Batu itu untuk berbicara dengan keluarganya yang telah meninggal. Namun demikian, kutukan yang terdapat pada horcrux itu merusakkan lengannya dan mulai menyebar ke seluruh tubuhnya. Walaupun penyebaran itu berhasil dilokalisasi oleh Severus Snape di sebatas lengannya yang rusak dan menghitam saja, Dumbledore sama saja telah dihukum mati, hanya memiliki kemungkinan satu tahun untuk hidup. Sebelum meminta pertolongan Snape, Dumbledore telah menghancurkan terlebih dahulu Horcrux tersebut, dengan menggunakan pedang Godric Gryffindor. Batu itu kemudian diwariskan kepada Harry dalam wasiat Dumbledore, tersembunyi dalam Golden Snitch, yang ditangkap Harry dalam pertandingan Quidditch pertamanya. Snitch ini menampakkan sebuah pesan "Aku membuka pada akhirnya" ketika bersentuhan dengan bibir Harry. Harry tidak dapat membuka Snitch hingga akhirnya ketika ia hendak mengorbankan dirinya untuk dibunuh oleh Voldemort, ia menyadari bahwa "akhirnya" berarti kematian. Ketika ia membisikkan, "Aku sedang menuju kematian", Snitch itu membuka dan memperlihatkan Batu Kebangkitan di dalamnya. Harry menggunakan batu itu untuk memanggil orang tuanya, Sirius Black, dan Remus Lupin yang menenangkan dirinya sebelum ia menemui Voldemort.
Batu tersebut tergelincir dari jari-jari Harry yang kebas di Hutan Terlarang. Ia dan lukisan Dumbledore belakangan setuju bahwa Harry tidak akan mencari kembali batu itu ataupun memberi tahu orang lain di mana batu itu berada, guna mencegah ketiga Relikui Kematian disatukan kembali oleh seorang penyihir. Dalam sebuah wawancara, Rowling mengatakan bahwa ia lebih suka mempercayai bahwa salah satu centaurus menginjak batu itu dan menyebabkannya terkubur untuk selamanya. Dengan demikian, batu itu kemungkinan tidak akan pernah ditemukan lagi di Hutan Terlarang.
Jubah Gaib (Cloak of Invisibility)
Dalam legenda sihir, Jubah Gaib memiliki kekuatan untuk menutupi penggunanya dari penglihatan Sang Maut. Jubah Gaib ini adalah jubah gaib yang sejati yang tidak dapat lekang oleh waktu maupun mantera, seperti jubah gaib biasa lainnya yang digambarkan dalam dunia Harry Potter yang ditenun dari rambut makhluk gaib yang dikenal seperti Demiguise, yang dapat menjadi buram seiring waktu dan mudah dirusak oleh beragam mantera. Jubah ini pada mulanya dimiliki oleh Ignotus Peverell yang dimakamkan di Godric's Hollow, dan diwariskan turun-temurun hingga kepada James Potter dan, akhirnya kepada Harry Potter, yang akhirnya menemukan bahwa dirinya adalah keturunan Ignotus. Jubah ini tidak sedang dipegang oleh James Potter ketika ia terbunuh; karena sebelumnya telah dipinjamkannya kepada Dumbledore yang memiliki ketertarikan besar akan Relikui Kematian. Ketika ia menyadari bahwa James Potter kemungkinan memiliki Jubah Gaib legendaris itu, ia meminjamnya untuk "mempelajarinya". Pada akhir Buku ke-7, Dumbledore menjelaskan kepada Harry bahwa sihir sejati Jubah itu dapat melindungi baik pemilik maupun orang lainnya, sebagaimana yang dialami Harry dan kawan-kawannya sepanjang seri ini.
Ular tidak dapat melihat mereka yang ada dibalik Jubah Gaib, tapi mereka dapat merasakan pergerakan dan panas tubuh, sehingga dapat mendeteksi orang yang bersembunyi. Pengguna Jubah Gaib juga dapat dideteksi menggunakan mantera "Homenum Revelio". Dalam Harry Potter dan Piala Api, "Mad-Eye Moody" palsu juga dapat melihat Harry ketika ia mempergunakan Jubah Gaib, dengan menggunakan mata ajaib Moody yang asli.
Harry memutuskan Jubah Gaib sebagai satu-satunya Relik yang akan disimpannya, dan bermaksud untuk mewariskannya kepada keturunannya.
Pada mulanya, dipercayai bahwa ketiga Relikui Kematian dan Horcrux adalah benda-benda sihir yang dapat memperdayakan kematian. Namun demikian, Dumbledore memberi tahu Harry pada akhir novel ini, Harry Potter dan Relikui Kematian, bahwa meskipun Relikui Kematian menjadikan pemiliknya "menguasai kematian", ketiga benda itu tidaklah menjadikan pemiliknya hidup abadi. Justru, mereka yang "menguasai kematian" di sini sebetulnya adalah mereka yang tidak takut menghadapi kematian dan mereka adalah orang-orang yang sadar sepenuhnya bahwa setiap orang pada akhirnya harus mati.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Relikui_Kematian
Minggu, 15 Agustus 2010
Qi Xi Jie (Kisah Niu Lang Zhi Nu) - Chinese Valentine Day
Perayaan Qi Xi Jie dirayakan pada tanggal 7 bulan 7 penanggalan Lunar / Imlek. Pada tahun 2010 ini perayaan Qi Xi Jie jatuh pada hari ini, tanggal 16 Agustus 2010.Perayaan ini dilatar belakangi kisah Niu Lang (Qian Niu Xing/Bintang Penuntun Kerbau/Altair) dan Zhi Nu (Zhi Nu Xing / Bintang Gadis Penenun / Vega). Pada malam itu, apabila kalian sedang dibumi bagian utara, kalian akan melihat sebuah sungai langit yang terdiri dari ribuan bintang (Bima Sakti) melintasi langit malam dan membagi langit menjadi dua...Kalian juga akan melihat 2 buah bintang yang besar bercahaya kelap-kelip diantara sungai langit itu. kedua bintang itu adalah Altair(Qian Niu Xing) dari rasi Lyra dan Vega(Zhi Nu Xing) dari rasi Aquilla, seolah kedua bintang itu saling memandangi dari kejauhan.
Menurut legenda, pada malam hari ketujuh di bulan ketujuh dalam kalender Tiongkok, Si pengembala sapi Niu Lang dan Bidadari Khayangan akan bertemu di galaksi Bima Sakti melewati jembatan yang dibentuk oleh burung-burung walet. Mereka hanya sekali setahun bertemu. Kisah ini telah lama beredar diberbagai kalangan masyarakat Tiongkok.
Bidadari adalah putri bungsu Raja Khayangan, dia terampil menenun berbagai pola yang indah dan pandai mewarnai. Bila Anda melihat langit terang benderang dan terdapat tujuh warna pelangi, itu pasti berasal dari tangan-tangan terampil Bidadari tersebut.
Niu Lang adalah seorang pengembala sapi yang dilahirkan dalam sebuah keluarga miskin di selatan Tiongkok. Orangtuanya meninggal saat ia masih muda, dan tumbuh dewasa dengan berbagai kesulitan. Dia tinggal sendirian dan memelihara sapi untuk mencari nafkah. Dia jujur, baik dan rajin, tapi karena miskin, ia belum menemukan seorang perempuan yang mau diajak menikah.
Suatu hari, ketika mengembala sapi di padang rumput, Niu Lang melihat sembilan bidadari khayangan turun ke tepi sungai. Sambil bersembunyi di balik pohon dia mengawasi para bidadari tersebut. Para bidadari melepaskan pakaian warna-warni mereka, meletakkanya di tepi sungai, dan mulai bermain di air. Niu Lang terpana pada kecantikan mereka, terutama pada bidadari yang paling muda, matanya melihat tanpa berkedip.
Seekor sapi yang ia pelihara selama bertahun-tahun, tiba-tiba berbicara dengannya dan berkata, "Dia adalah Bidadari Khayangan. Jika Anda menyembunyikan pakaiannya, dia tidak dapat kembali, ia tetap disini dan akan menikah dengan Anda. " Mendengar itu Niu Lang bergegas mengambil dan menyembunyikan pakaian Bidadari tersebut.
Beberapa saat kemudian, ketika para bidadari selesai mandi dan bersiap pergi, Bidadari paling muda tertinggal di belakang. Dia mencari pakaiannya tapi tidak berhasil menemukanya, dia bingung dan akhirnya tidak dapat kembali ke khayangan. Waktu untuk kembali ke khayangan telah berlalu, Niu Lang kemudian muncul dari balik pohon dan dia menyerahkan pakaian milik bidadari tersebut.
Niu Lang mengajak bidadari menikah dengannya. Walaupun tidak senang karena telah meyembunyikan pakaian, ia melihat bahwa Niu Lang seorang pria yang baik, jadi dia setuju untuk menikah dengannya.
Niu Lang dan Bidadari menjalani hidup bahagia. Mereka saling mencintai dan menghormati, dan mereka berdua bekerja keras. Bidadari berbaik hati dengan mengubah rumah sederhana Niu Lang menjadi rumah yang indah dan penuh dengan kehangatan
Dua tahun cepat berlalu, Bidadari telah melahirkan dua anak, laki-laki dan perempuan.
Waktu dua tahun di bumi, di khayangan hanyalah sebentar. Begitu para bidadari lainya kembali ke khayangan, Raja Khayangan menemukan putri bungsunya telah hilang. Dia melihat putrinya telah menikah dengan seorang manusia di bumi. Dia marah, dan meminta Ratu Khayangan memimpin tentara khayangan membawa putri bungsunya kembali.
Di bumi, langit tiba-tiba menjadi gelap dan angin mulai menderu. Sesaat kemudian, tentara khayangan muncul dan mengambil Bidadari.
Walaupun sudah mengira hari ini akan datang, Niu Lang tetap terkejut, dan ia menjadi putus asa. Menempatkan masing-masing anaknya dalam keranjang dan membawa kedua keranjang dengan tongkat panjang, Niu Lang berlari setelah tahu ada pasukan yang mengambil istrinya, Dia mencoba untuk meraih istrinya. Para tentara harus membawa Bidadari naik ke khayangan, Niu Lang menemukan dirinya naik dengan mereka. Dia hendak maju tapi jarak antara dia dan istrinya telah dibatasi.
Setelah kejadian itu, Ratu Khayangan melemparkan jepit rambut emas ke arah Niu Lang. Jepit itu dengan cepat tiba-tiba berubah menjadi sebuah sungai, memisahkan Niu Lang dan istrinya. Sungai ini kemudian disebut sebagai Bima Sakti.
Niu Lang dan istrinya saling memandang dengan bergelimang air mata, mereka ingin sekali tetap bersatu. Tergerak oleh cinta mereka yang tulus, burung-burung walet membentuk sebuah jembatan di atas sungai khayangan.
Ratu Khayangan melihat Bidadari dan Niu Lang saling mencintai. Ia membiarkan mereka untuk bertemu setahun sekali, di malam ketika mereka dipisahkan yaitu pada hari ketujuh di bulan ketujuh.
Saat malam, pada hari ketujuh di bulan ketujuh, Anda akan menemukan sangat banyak burung-burung walet, karena mereka naik untuk membentuk jembatan khayangan. Jika angin tenang, Anda mendengarkan dengan cermat, mungkin Anda dapat mendengar suara Niu Lang dan Bidadari mengungkapkan cinta dan kerinduan mereka...
Beberapa puisi2 untuk mengenang mereka:
Bintang Gembala nun jauh disana
Bintang Gembala nun jauh disana,
Cemerlang bintang gadis penenun.
Si tangan putih terus bekerja,
diatas alat penenun.
Tenun belum selesai,
deras air matanya.
Tampak jelas sungai bintang,
kapan kembali bersua?
Terpisah derasnya sungai,
hanya memandang penuh cinta...
-Sembilan Belas Puisi Lama-
Dewa di jembatan burung jalak
Rajutan awan menggolak lukisan,
layang bintang menebar penyesalan,
samar melintasi Bima Sakti yang tanpa tepian.
Sekali bersua dalam angin emas embun perak,
telah melebihi berulang bertemu di bumi insan.
Cinta yang lembut selaksana air,
hari yang bahagia bagaikan mimpi,
tak kuasa menengok jembatan jalak ditengah jalan abadi.
Apabila cinta dikedua hati adalah kekal abadi,
masihkah kehadiran dihitung setiap senja setiap pagi?
Qin Guan(1049-1100)
Ilustrated by: Wang'ZW (Do not copy without my permission)
Senin, 26 Juli 2010
Shichi Fukujin - Tujuh Dewa Keberuntungan
Shichi Fukujin (七福神)Tujuh Dewa Keberuntungan/Seven Lucky Gods adalah 7 orang dewa yang membawakan kebahagiaan dari motologi jepang, biasanya mereka ditampilkkan pada saat tahun baru untuk mendatangkan keberuntungan.
Mereka adalah:
-Hotei, Dewa kebahagiaan & kesehatan
Digambarkan sebagai seorang yang berkepala botak(Bhiksu?), membawa karung besar dan selalu tertawa terbahak bahak
-Jurōjin, Dewa panjang umur
Digambarkan sebagai seorang tua, memakai topi, terlihat seperti seorang pertapa bijak, kadang kala ditemani seekor bangau Dewa
-Fukurokuju, Dewa kebahagiaan, kekayaan dan panjang umur
Digambarkan sebagai seorang tua, dengan kepala yang besar, ditemani seekor rusa Dewa
-Bishamonten, Dewa Perang dan kejayaan
Digambarkan sebagai seorang Jenderal yang gagah berani, membawa tombak bercagak, terkadang juga membawa pagoda
-Benzaiten (Benten-sama), Dewi pengetahuan, seni dan keindahan, khususnya musik
Digambarkan sebagai seorang wanita cantik, membawa shamisen atau alat musik petik lainnya
-Daikokuten (Daikoku), Dewa kekayaan, perdagangan dan perdagangan
Digambarkan sebagai seorang lelaki kaya, membawa palu Dewa dan duduk diatas tumpukan karung beras
-Ebisu, Dewa nelayan & pedagang
Digambarkan sebagai seorang lelaki kuat, berpakaian bangsawan Heian membawa pancing dan membopong seekor ikan tambera yang besar disisinya
Biasanya, Shichi Fukujin digambarkan bersama duduk dan bersenang senang diatas Takarabune (宝船/Kapal Harta), berkeliling dunia memberikan kebahagiaan kepada manusia.
Para Dewa ini tidak semuanya berasal dari Jepang, tetapi adaptasi dari beberapa kepercayaan selain Shinto, seperti Budha, Taoisme maupun Hindu.
-Hotei, Berasal dari China, dikenal sebagai Bu Dai(Bhiksu berkarung)yaitu penjelmaan dari Maitreya
-Jurōjin, Berasal dari China, dikenal sebagai Lao Zi (Maha Dewa Tai Shang Lao Jun) Filsuf & Guru Agung Tao
-Fukurokuju, Berasal dari China, dikenal Dewa Bintang Selatan yang mengurus umur manusia
-Bishamonten, Berasal dari India, dikenal sebagai Vaisravana, salah satu Catur Maha Raja
-Benzaiten (Benten-sama), Berasal dari India, dikenal sebagai Sarasvati, Dewi Musik
-Daikokuten (Daikoku), Berasal dari India, dikenal sebagai Mahakala, Dewa penguasa waktu, tetapi di Jepang sangat dihormati sebagai Dewa yang mengurus bumi, hasil panen(Seperti Dewa Bumi di China?)
-Ebisu, Berasal dari Jepang, nama Shintonya adalah Kotoshiro-nushi-no-kami
by: Wang'ZW
Rabu, 21 Juli 2010
Bai Jia Xing 百家姓
Bai Jia Xing (Hanzi: 百家姓) adalah sebuah hapalan bagi anak-anak di zaman dulu di Tiongkok. Hapalan ini berisikan karakter-karakter marga yang lazim di seluruh Tiongkok, 4 marga dalam satu kalimat.
Bai Jia Xing kemudian dibukukan di zaman Dinasti Song dengan membubuhkan sejarah masing-masing marga. Jumlah marga yang dimuat dalam buku Baijiaxing adalah 507 marga dan sering menjadi referensi utama untuk sejarah masing-masing marga.
Hapalan Bai Jia Xing ini dimulai dengan marga Zhao (趙) karena keluarga kekaisaran Dinasti Song bermarga Zhao.
100 MARGA
《百家姓》
赵钱孙李 周吴郑王 冯陈褚卫 蒋沈韩杨 朱秦尤许 何吕施张
孔曹严华 金魏陶姜 戚谢邹喻 柏水窦章 云苏潘葛 奚范彭郎
鲁韦昌马 苗凤花方 俞任袁柳 邓鲍史唐 费廉岑薛 雷贺倪汤
藤殷罗毕 郝邬安常 乐于时付 皮卞齐康 伍余元卜 顾孟平黄
和穆肖尹 姚邵湛汪 祁毛禹狄 米贝明藏 计伏成戴 谈宋茅庞
熊纪舒屈 项祝董梁 樊胡凌霍 虞万支柯 昝管卢英 万候司马
上官欧阳 夏候诸葛 闻人东方 赫连皇甫 尉迟公羊 澹台公治
宗政濮阳 淳于单于 太叔申屠 公孙仲孙 辕轩令狐 钟离宇文
长孙幕容 司徒师空 颛孔端木 巫马公西 漆雕乐正 壤驷公良
拓趾夹谷 宰父谷梁 楚晋阎法 汝鄢涂钦 段千百里 东郭南郭
呼延归海 羊舌微生 岳帅缑亢 况后有琴 梁丘左丘 东门西门
商牟佘耳 佰赏南官 墨哈谯笪 年爱阳佟 第五言福 百家姓续
Bai Jia Xing kemudian dibukukan di zaman Dinasti Song dengan membubuhkan sejarah masing-masing marga. Jumlah marga yang dimuat dalam buku Baijiaxing adalah 507 marga dan sering menjadi referensi utama untuk sejarah masing-masing marga.
Hapalan Bai Jia Xing ini dimulai dengan marga Zhao (趙) karena keluarga kekaisaran Dinasti Song bermarga Zhao.
100 MARGA
《百家姓》
赵钱孙李 周吴郑王 冯陈褚卫 蒋沈韩杨 朱秦尤许 何吕施张
孔曹严华 金魏陶姜 戚谢邹喻 柏水窦章 云苏潘葛 奚范彭郎
鲁韦昌马 苗凤花方 俞任袁柳 邓鲍史唐 费廉岑薛 雷贺倪汤
藤殷罗毕 郝邬安常 乐于时付 皮卞齐康 伍余元卜 顾孟平黄
和穆肖尹 姚邵湛汪 祁毛禹狄 米贝明藏 计伏成戴 谈宋茅庞
熊纪舒屈 项祝董梁 樊胡凌霍 虞万支柯 昝管卢英 万候司马
上官欧阳 夏候诸葛 闻人东方 赫连皇甫 尉迟公羊 澹台公治
宗政濮阳 淳于单于 太叔申屠 公孙仲孙 辕轩令狐 钟离宇文
长孙幕容 司徒师空 颛孔端木 巫马公西 漆雕乐正 壤驷公良
拓趾夹谷 宰父谷梁 楚晋阎法 汝鄢涂钦 段千百里 东郭南郭
呼延归海 羊舌微生 岳帅缑亢 况后有琴 梁丘左丘 东门西门
商牟佘耳 佰赏南官 墨哈谯笪 年爱阳佟 第五言福 百家姓续
Selasa, 20 Juli 2010
Indra - Pemimpin para dewa, dewa perang, dewa cuaca, dewa petir
Dewanagari: इन्द्र atau इंद्र
Ejaan Sanskerta: Indra
Nama lain: Sakra; Wasawa; Swargapati
Golongan: Dewa
Kediaman: Amarawati di Swarga
Senjata: Vajra (tongkat petir)
Pasangan: Saci alias Indrani
Wahana: Gajah putih bernama Airawata
Dalam ajaran agama Hindu, Indra (Sanskerta: इन्द्र atau इंद्र, Indra) adalah dewa cuaca dan raja kahyangan. Oleh orang-orang bijaksana, ia diberi gelar dewa petir, dewa hujan, dewa perang, raja surga, pemimpin para dewa, dan banyak lagi sebutan untuknya sesuai dengan karakter yang dimilikinya. Menurut mitologi Hindu, Beliau adalah dewa yang memimpin delapan Wasu, yaitu delapan dewa yang menguasai aspek-aspek alam.
Dewa Indra terkenal di kalangan umat Hindu dan sering disebut dalam susastra Hindu, seperti kitab-kitab Purana (mitologi) dan Itihasa (wiracarita). Dalam kitab-kitab tersebut posisinya lebih menonjol sebagai raja kahyangan dan memimpin para dewa menghadapi kaum raksasa. Indra juga disebut dewa perang, karena Beliau dikenal sebagai dewa yang menaklukkan tiga benteng musuhnya (Tripuramtaka). Ia memiliki senjata yang disebut Bajra, yang diciptakan oleh Wiswakarma, dengan bahan tulang Resi Dadici. Kendaraan Beliau adalah seekor gajah putih yang bernama Airawata. Istri Beliau Dewi Saci.
Dewa Indra muncul dalam kitab Mahabarata. Ia menjemput Yudistira bersama seekor anjing, yang mencapai puncak gunung Mahameru untuk mencari Swargaloka.
Kadangkala peran dewa Indra disamakan dengan Zeus dalam mitologi Yunani, dewa petir sekaligus raja para dewa. Dalam agama Buddha, beliau disamakan dengan Sakra.
Dewa Indra memiliki nama lain sesuai dengan karakter dan berbagai pengalamannya. Nama lain tersebut juga mengandung suatu pujian. Nama lain Dewa Indra yakni:
* Sakra (yang berkuasa)
* Swargapati (raja surga)
* Diwapati (raja para Dewa)
* Meghawahana (yang mengendarai awan)
* Wasawa (pemimpin para Wasu)
Indra adalah dewa pemimpin dalam Regweda (disamping Agni). Ia senang meminum Soma, dan mitos yang penting dalam Weda adalah kisah kepahlawanannya dalam menaklukkan Wretra, membebaskan sungai-sungai, dan menghancurkan Bala, sebuah pagar batu dimana Panis memenjarakan sapi-sapi dan Usas (dewa fajar). Ia adalah dewa perang, yang telah menghancurkan benteng milik Dasyu, dan dipuja oleh kedua belah pihak dalam Pertempuran Sepuluh Raja.
Regweda sering menyebutnya Śakra: yang perkasa. Saat zaman Weda, para dewa dianggap berjumlah 33 dan Indra adalah pemimpinnya (secara ringkas Brihadaranyaka Upanishad menjabarkan bahwa para dewa terdiri dari delapan Wasu, sebelas Rudra, dua belas Aditya, Indra, dan Prajapati). Sebagai pemimpin para Wasu, Indra juga dijuluki Wasawa.
Pada zaman Wedanta, Indra menjadi patokan untuk segala hal yang bersifat penguasa sehingga seorang raja bisa disebut "Manawèndra" (Manawa Indra, pemimpin manusia) dan Rama, tokoh utama wiracarita Ramayana, disebut "Raghawèndra" (Raghawa Indra, Indra dari klan Raghu). Dengan demikian Indra yang asli juga disebut Déwèndra (Dewa Indra, pemimpin para dewa).
帝釈天 Di Zhi Tian (Tai Shaku Ten)-Sakra
Dalam sastra Buddhisme dan Jainisme, Indra biasanya disebut Śakra, pemimpin surga Trāyastriṃśa.
Dalam Jainisme, Indra juga dikenal sebagai "Saudharmendra", dan senantiasa melayani Tirthankar. Indra biasanya sering muncul dalam cerita yang berhubungan dengan Mahavira, dimana Indra sendiri memuliakan lima peristiwa penting dalam kehidupan Tirthankar, seperti Chavan kalyanak, Janma kalyanak, Diskha kalyanak, Kevalgyan kalyanak, dan Nirvan kalyanak.
Di Cina, Korea, dan Jepang, namanya ditulis 帝釈天, (bahasa Jepang: "Tai-shaku-ten"). Di Jepang, Indra selalu tampak berhadapan dengan Brahma (梵天, bahasa Jepang: "Bonten") dalam kesenian Buddha. Mereka dihormati sebagai para pelindung Buddha (釈迦, bahasa Jepang: "Shaka"). Meskipun Indra sering ditampilkan seperti seorang bodhisattva di wilayah Asia Timur, khususnya dalam kostum dinasti Tang, penggambarannya juga memasukkan aspek keperkasaan, seperti misalnya memegang petir di atas gajah tunggangannya.
Siwa - Dewa pelebur, dewa pemusnah
Dewanagari: शिव
Ejaan Sanskerta: Śiva
Nama lain: Jagatpati, Nilakantha, Paramêśwara, Rudra, Trinetra
Golongan: Dewa
Kediaman: Gunung Kailasha
Senjata: Trisula
Pasangan: Dewi Parwati, Dewi Uma, Dewi Durga, Dewi Kali
Wahana: Lembu Nandini
Siwa (Sanskerta: शिव, ;Śiva) adalah salah satu dari tiga dewa utama (Trimurti) dalam agama Hindu. Kedua dewa lainnya adalah Brahma dan Wisnu. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Siwa adalah dewa pelebur, bertugas melebur segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga harus dikembalikan kepada asalnya.
Umat Hindu, khususnya umat Hindu di India, meyakini bahwa Dewa Siwa memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan karakternya, yakni:
* Bertangan empat, masing-masing membawa:
trisula, cemara, tasbih/genitri, kendi
* Bermata tiga (tri netra)
* Pada hiasan kepalanya terdapat ardha chandra (bulan sabit)
* Ikat pinggang dari kulit harimau
* Hiasan di leher dari ular kobra
* Kendaraannya lembu Nandini
Oleh umat Hindu Bali, Dewa Siwa dipuja di Pura Dalem, sebagai dewa yang mengembalikan manusia ke unsurnya, menjadi Panca Maha Bhuta. Dalam pengider Dewata Nawa Sanga (Nawa Dewata), Dewa Siwa menempati arah tengah dengan warna panca warna. Ia bersenjata padma dan mengendarai lembu Nandini. Aksara sucinya I dan Ya. Ia dipuja di Pura Besakih.
Dalam tradisi Indonesia lainnya, kadangkala Dewa Siwa disebut dengan nama Batara Guru.
Menurut cerita-cerita keagamaan yang terdapat dalam kitab-kitab suci umat Hindu, Dewa Siwa memiliki putra-putra yang lahir dengan sengaja ataupun tidak disengaja. Beberapa putra Dewa Siwa tersebut yakni:
1. Dewa Kumara (Kartikeya)
2. Dewa Kala
3. Dewa Ganesa
Brahma - Dewa pencipta, dewa pengetahuan
Dewanagari: ब्रह्मा
Ejaan Sanskerta: Brahmā
Ejaan Pali: Brahmā
Golongan: Dewa
Kediaman: Brahmapura
Senjata: Gada
Pasangan: Saraswati
Wahana: Angsa
Menurut ajaran agama Hindu, Brahma (Sanskerta: ब्रह्मा, ;Brahmā) adalah Dewa pencipta. Dalam filsafat Adwaita, ia dipandang sebagai salah satu manifestasi dari Brahman (sebutan Tuhan dalam konsep Hinduisme) yang bergelar sebagai Dewa pencipta. Dewa Brahma sering disebut-sebut dalam kitab Upanishad dan Bhagawadgita.
Brahma dalam Bhagawadgita
Dalam kitab suci Bhagawadgita, Dewa Brahma muncul dalam bab 8 sloka ke-17 dan ke-18; bab 14 sloka ke-3 dan ke-4; bab 15 sloka ke-16 dan ke-17. Dalam ayat-ayat tersebut, Dewa Brahma disebut-sebut sebagai Dewa pencipta, yang menciptakan alam semesta atas berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawadgita juga disebutkan, siang hari bagi Brahma sama dengan satu Kalpa, dan Brahma hidup selama seratus tahun Kalpa, setelah itu beliau wafat dan dikembalikan lagi ke asalnya, yakni Tuhan Yang Maha Esa.
Dewa pencipta
Menurut agama Hindu, Brahma adalah salah satu di antara Trimurti (Brahma, Wisnu, Siwa). Dewa Brahma juga bergelar sebagai Dewa pengetahuan dan kebijaksanaan. Beberapa orang bijaksana memberinya gelar sebagai Dewa api. Dewa Brahma saktinya Dewi Saraswati, yang menurunkan segala ilmu pengetahuan ke dunia.
Menurut mitologi Hindu, Dewa Brahma lahir dengan sendirinya (tanpa Ibu) dari dalam bunga teratai yang tumbuh di dalam Dewa Wisnu pada saat penciptaan alam semesta. Legenda lain mengatakan bahwa Dewa Brahma lahir dari air. Di sana Brahman menaburkan benih yang menjadi telur emas. Dari telur emas tersebut, lahirlah Dewa Brahma Sang pencipta. Material telur emas yang lainnya menjadi Brahmanda, atau telur alam semesta.
Menurut cerita kuno, pada saat penciptaan alam semesta, Brahma menciptakan sepuluh Prajapati, yang konon merupakan ayah-ayah (kakek moyang) manusia pertama. Menurut Manusmrti, sepuluh Prajapati tersebut adalah: Marichi, Atri, Anggirasa, Pulastya, Pulaha, Kratu, Wasistha, Praceta atau Daksa, Briegu, dan Narada. Ia juga konon menciptakan tujuh pujangga besar yang disebut Sapta Rsi untuk menolongnya menciptakan alam semesta.
Menurut kisah di balik penulisan Ramayana, Dewa Brahma memberkati Resi Walmiki untuk menulis kisah Ramayana, menceritakan riwayat Rama yang pada masa itu sedang memerintah di Ayodhya.
Penggambaran
Brahma di mitologi Budha dikenal sebagai Da Fan Tian (Jepang= Bon Ten)-Catur Mukha Budha
Dewa Brahma memiliki ciri-ciri sesuai dengan karakter yang dimilikinya. Ada ciri-ciri umum yang dimiliki Dewa Brahma, yakni:
* bermuka empat yang memandang ke empat penjuru mata angin (catur muka), yang mana pada masing-masing wajah mengumandangkan salah satu dari empat Veda.
* bertangan empat, masing-masing membawa:
1. teratai, kadangkala sendok (Brahma terkenal sebagai Dewa yadnya atau upacara)
2. Weda/kitab suci
3. kendi/teko/tempat air
4. genitri
* menunggangi angsa atau duduk di atas teratai
Siklus Dewa Brahma
Brahma hidup selama seratus tahun Kalpa. Satu tahun Kalpa sama dengan 3.110.400.000.000 tahun. Setelah seratus tahun Kalpa, maka Dewa Siwa sebagai Dewa pelebur mengambil perannya untuk melebur alam semesta beserta isinya untuk dikembalikan ke asalnya. Setelah itu, Brahma sebagai pencipta tutup usia, dan alam semesta bisa diciptakan kembali oleh kehendak Tuhan.
Wisnu - Dewa pemelihara, pelindung alam semesta
Dewanagari: विष्णु
Ejaan Sanskerta: viṣṇu
Nama lain: Narayana
Golongan: Dewa
Kediaman: Lautan susu
Mantra: Om Namo Nārāyanaya
Senjata: Cakra Sudarsana
Pasangan: Laksmi
Wahana: Garuda
Planet: Waikunta
Dalam ajaran agama Hindu, Wisnu (Dewanagari: विष्णु ; Viṣṇu) (disebut juga Sri Wisnu atau Nārāyana) adalah Dewa yang bergelar sebagai shtiti (pemelihara) yang bertugas memelihara dan melindungi segala ciptaan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam filsafat Hindu Waisnawa, Ia dipandang sebagai roh suci sekaligus dewa yang tertinggi. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu dipandang sebagai salah satu manifestasi Brahman dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri yang menyaingi atau sederajat dengan Brahman.
Trimurti: Brahma-Wisnu-Shiva
Etimologi
Penjelasan tradisional menyatakan bahwa kata Viṣṇu berasal dari Bahasa Sanskerta, akar katanya viś, (yang berarti “menempati”, “memasuki”, juga berarti “mengisi” — menurut Regweda), dan mendapat akhiran nu. Kata Wisnu kira-kira diartikan: “Sesuatu yang menempati segalanya”. Pengamat Weda, Yaska, dalam kitab Nirukta, mendefinisikan Wisnu sebagai vishnu vishateh (“sesuatu yang memasuki segalanya”), dan yad vishito bhavati tad vishnurbhavati (yang mana sesuatu yang tidak terikat dari belenggu itu adalah Wisnu).
Adi Shankara dalam pendapatnya tentang Wisnu Sahasranama, mengambil kesimpulan dari akar kata tersebut, dan mengartikannya: “yang hadir dimana pun” (“sebagaimana Ia menempati segalanya, vevesti, maka Ia disebut Visnu”). Adi Shankara menyatakan: “kekuatan dari Yang Mahakuasa telah memasuki seluruh alam semesta.” Akar kata Viś berarti ‘masuk ke dalam.’
Mengenai akhiran –nu, Manfred Mayrhofer berpendapat bahwa bunyinya mirip dengan kata jiṣṇu’ (“kejayaan”). Mayrhofer juga berpendapat kata tersebut merujuk pada sebuah kata Indo-Iranian *višnu, dan kini telah digantikan dengan kata rašnu dalam kepercayaan Zoroaster di Iran.
Akar kata viś juga dihubungkan dengan viśva (“segala”). Pendapat berbeda-beda mengenai penggalan suku kata “Wisnu” misalnya: vi-ṣṇu (“mematahkan punggung”), vi-ṣ-ṇu (“memandang ke segala penjuru”) dan viṣ-ṇu (“aktif”). Penggalan suku kata dan arti yang berbeda-beda terjadi karena kata Wisnu dianggap tidak memiliki suku kata yang konsisten.
Wisnu dalam susastra Hindu
Susastra Hindu banyak menyebut-nyebut nama Wisnu di antara dewa-dewi lainnya. Dalam kitab Weda, Dewa Wisnu muncul sebanyak 93 kali. Ia sering muncul bersama dengan Indra, yang membantunya membunuh Wretra, dan bersamanya ia meminum Soma. Hubungannya yang dekat dengan Indra membuatnya disebut sebagai saudara. Dalam Weda, Wisnu muncul tidak sebagai salah satu dari delapan Aditya, namun sebagai pemimpin mereka. Karena mampu melangkah di tiga alam, maka Wisnu dikenal sebagai Tri-wikrama atau Uru-krama untuk langkahnya yang lebar. Langkah pertamanya di bumi, langkah keduanya di langit, dan langkah ketiganya di dunia yang tidak bisa dilihat oleh manusia, yaitu di surga.
Dalam kitab Purana, Wisnu sering muncul dan menjelma sebagai seorang Awatara, seperti misalnya Rama dan Kresna, yang muncul dalam Itihasa (wiracarita Hindu). Dalam penitisannya tersebut, Wisnu berperan sebagai manusia unggul.
Dalam kitab Bhagawadgita, Wisnu menjabarkan ajaran agama dengan mengambil sosok sebagai Sri Kresna, kusir kereta Arjuna, menjelang perang di Kurukshetra berlangsung. Pada saat itu pula Sri Kresna menampakkan wujud rohaninya sebagai Wisnu, kemudian ia menampakkan wujud semestanya kepada Arjuna.
Sri Khrisna menampakkan wujud keTuhannya pada Arjuna sebelum BarataYudha (Bhagawad Gita)
Wujud Dewa Wisnu
Dalam Purana, dan selayaknya penggambaran umum, Dewa Wisnu dilukiskan sebagai dewa yang berkulit hitam-kebiruan atau biru gelap; berlengan empat, masing-masing memegang: gada, lotus, sangkala, dan chakra. Yang paling identik dengan Wisnu adalah senjata cakra dan kulitnya yang berwarna biru gelap. Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu disebutkan memiliki wujud yang berbeda-beda atau memiliki aspek-aspek tertentu.
Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu memiliki enam sifat ketuhanan:
* Jñāna: mengetahui segala sesuatu yang terjadi di alam semesta
* Aishvarya: maha kuasa, tak ada yang dapat mengaturnya
* Shakti: memiliki kekuatan untuk membuat yang tak mungkin menjadi mungkin
* Bala: maha kuat, mampu menopang segalanya tanpa merasa lelah
* Virya: kekuatan rohani sebagai roh suci dalam semua makhluk
* Tèjas: memberi cahaya spiritualnya kepada semua makhluk
Beberapa sarjana Waisnawa meyakini bahwa masih banyak kekuatan Wisnu yang lain dan jumlahnya tak terhitung, namun yang paling penting untuk diketahui hanyalah enam.
Penggambaran
Dalam Purana, Wisnu disebutkan bersifat gaib dan berada dimana-mana. Untuk memudahkan penghayatan terhadapnya, maka simbol-simbol dan atribut tertentu dipilih sesuai dengan karakternya, dan diwujudkan dalam bentuk lukisan, pahatan, dan arca. Dewa Wisnu digambarkan sebagai berikut:
* Seorang pria yang berlengan empat. Berlengan empat melambangkan segala kekuasaanya dan segala kekuatannya untuk mengisi seluruh alam semesta.
* Kulitnya berwarna biru gelap, atau seperti warna langit. Warna biru melambangkan kekuatan yang tiada batas, seperti warna biru pada langit abadi atau lautan abadi tanpa batas.
* Di dadanya terdapat simbol kaki Resi Brigu.
* Juga terdapat simbol srivatsa di dadanya, simbol Dewi Laksmi, pasangannya.
* Pada lehernya, terdapat permata Kaustubha dan kalung dari rangkaian bunga
* Memakai mahkota, melambangkan kuasa seorang pemimpin
* Memakai sepasang giwang, melambangkan dua hal yang selalu bertentangan dalam penciptaan, seperti: kebijakan dan kebodohan, kesedihan dan kebahagiaan, kenikmatan dan kesakitan.
* Beristirahat dengan ranjang Ananta Sesa, ular suci.
Wisnu diwahananya Garuda dengan Shaktinya Dewi Laksmi | Wisnu beristirahat di ranjang Ananta Sesa, ular suci
Wisnu sering dilukiskan memegang empat benda yang selalu melekat dengannya, yakni:
* Terompet kulit kerang atau Shankhya, bernama “Panchajanya”, dipegang oleh tangan kiri atas, simbol kreativitas. Panchajanya melambangkan lima elemen penyusun alam semesta dalam agama Hindu, yakni: air, tanah, api, udara, dan ether.
* Cakram, senjata berputar dengan gerigi tajam, bernama “Sudarshana”, dipegang oleh tangan kanan atas, melambangkan pikiran. Sudarshana berarti pandangan yang baik.
* Gada yang bernama Komodaki, dipegang oleh tangan kiri bawah, melambangkan keberadaan individual.
* Bunga lotus atau Padma, simbol kebebasan. Padma melambangkan kekuatan yang memunculkan alam semesta.
Tiga wujud
Dalam ajaran filsafat Waisnawa (terutama di India), Wisnu disebutkan memiliki tiga aspek atau perwujudan lain. Ketiga wujud tersebut yaitu: Kāraṇodakaśāyi Vishnu atau Mahā Vishnu; Garbhodakaśāyī Vishnu; dan Kṣirodakasāyī Vishnu. Menurut Bhagawadgita, ketiga aspek tersebut disebut “Puruṣa Avatāra”, yaitu penjelmaan Wisnu yang mempengaruhi penciptaan dan peleburan alam material. Kāraṇodakaśāyi Vishnu (Mahā Vishnu) dinyatakan sebagai Wisnu yang berbaring dalam “lautan penyebab” dan Beliau menghembuskan banyak alam semesta (galaksi?) yang jumlahnya tak dapat dihitung; Garbhodakaśāyī Vishnu dinyatakan sebagai Wisnu yang masuk ke dalam setiap alam semesta dan menciptakan aneka rupa; Kṣirodakasāyī Vishnu (Roh utama) dinyatakan sebagai Wisnu masuk ke dalam setiap makhluk dan ke dalam setiap atom.
Lima wujud
Dalam ajaran di asrama Waisnawa di India, Wisnu diasumsikan memiliki lima wujud, yaitu:
* Para. Para merupakan wujud tertinggi dari Dewa Wisnu yang hanya bisa ditemui di Sri Waikunta, juga disebut Moksha, bersama dengan pasangannya — Dewi Lakshmi, Bhuma Dewi dan Nila Di sana Ia dikelilingi oleh roh-roh suci dan jiwa yang bebas.
* Vyuha. Dalam wujud Vyuha, Dewa Wisnu terbagi menjadi empat wujud yang mengatur empat fungsi semesta yang berbeda, serta mengontrol segala aktivitas makhluk hidup.
* Vibhava. Dalam wujud Vibhava, Wisnu diasumsikan memiliki penjelmaan yang berbeda-beda, atau lebih dikenal dengan sebutan Awatara, yang mana bertugas untuk membasmi kejahatan dan menegakkan keadilan di muka bumi.
* Antaryami. Antaryami atau “Sukma Vasudeva” adalah wujud Dewa Wisnu yang berada pada setiap hati makhluk hidup.
* Arcavatara. Arcavatara merupakan manifestasi Wisnu dalam imajinasi, yang digunakan oleh seseorang agar lebih mudah memujanya sebab pikirannya tidak mampu mencapai wujud Para, Vyuha, Vibhava, dan Antaryami dari Wisnu.
Awatara
Dalam Purana, Dewa Wisnu menjelma sebagai Awatara yang turun ke dunia untuk menyelamatkan dunia dari kejahatan dan kehancuran. Wujud dari penjelmaan Wisnu tersebut beragam, hewan atau manusia. Awatara yang umum dikenal oleh umat Hindu berjumlah sepuluh yang disebut Dasa Awatara atau Maha Avatār.
Sepuluh Awatara Wisnu:
* Matsya (Sang ikan)
* Kurma (Sang kura-kura)
* Waraha (Sang babihutan)
* Narasimha (Sang manusia-singa)
* Wamana (Sang orang cebol)
* Parasurama (Sang Brāhmana-Kshatriya)
* Rama (Sang pangeran)
* Kresna (Sang pengembala)
* Buddha (Sang pemuka agama)
* Kalki (Sang penghancur)
Di antara sepuluh awatara tersebut, sembilan di antaranya diyakini sudah menjelma dan pernah turun ke dunia oleh umat Hindu, sedangkan awatara terakhir (Kalki) masih menunggu hari lahirnya dan diyakini menjelma pada penghujung zaman Kali Yuga.
Hubungan dengan Dewa lain
Dewa Wisnu memiliki hubungan dengan Dewi Lakshmi, Dewi kemakmuran yang merupakan istrinya. Selain dengan Indra, Wisnu juga memiliki hubungan dekat dengan Brahmā dan Siwa sebagai konsep Trimurti. Kendaraan Dewa Wisnu adalah Garuda, Dewa burung. Dalam penggambaran umum, Dewa Wisnu sering dilukiskan duduk di atas bahu burung Garuda tersebut.
Tradisi dan pemujaan
Dalam tradisi Dvaita Waisnawa, Wisnu merupakan Makhluk yang Maha Kuasa. Dalam filsafat Advaita Vedanta, Wisnu dipandang sebagai salah satu dari manifestasi Brahman. Dalam segala tradisi Sanatana Dharma, Wisnu dipuja secara langsung maupun tidak langsung, yaitu memuja awatara-nya.
Aliran Waisnawa memuja Wisnu secara khusus. Dalam sekte Waisnawa di India, Wisnu dipuja sebagai roh yang utama dan dibedakan dengan Dewa-Dewi lainnya, yang disejajarkan seperti malaikat. Waisnawa menganut monotheisme terhadap Wisnu, atau Wisnu merupakan sesuatu yang tertinggi, tidak setara dengan Dewa.
Dalam tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu memanifestasikan dirinya menjadi Awatara, dan di India, masing-masing awatara tersebut dipuja secara khusus.
Tidak diketahui kapan sebenarnya pemujaan terhadap Wisnu dimulai. Dalam Veda dan informasi tentang agama Hindu lainnya, Wisnu diasosiasikan dengan Indra. Shukavak N. Dasa, seorang sarjana Waisnawa, berkomentar bahwa pemujaan dan lagu pujia-pujian dalam Veda ditujukan bukan untuk Dewa-Dewi tertentu, melainkan untuk Sri Wisnu — Yang Maha Kuasa — yang merupakan jiwa tertinggi dari para Dewa.[1]
Di Bali, Dewa Wisnu dipuja di sebuah pura khusus untuk beliau, bernama Pura Puseh, yakni pura yang harus ada di setiap desa dan kecamatan. Di sana ia dipuja sebagai salah satu manifestasi Sang Hyang Widhi yang memberi kesuburan dan memelihara alam semesta.
Menurut konsep Nawa Dewata dalam Agama Hindu Dharma di Bali, Dewa Wisnu menempati arah utara dalam mata angin. Warnanya hitam, aksara sucinya “U” (ung).
Versi pewayangan Jawa
Dalam pementasan wayang Jawa, Wisnu sering disebut dengan gelar Sanghyang Batara Wisnu. Menurut versi ini, Wisnu adalah putra kelima Batara Guru dan Batari Uma. Ia merupakan putra yang paling sakti di antara semua putra Batara Guru.
Menurut mitologi Jawa, Wisnu pertama kali turun ke dunia menjelma menjadi raja bergelar Srimaharaja Suman. Negaranya bernama Medangpura, terletak di wilayah Jawa Tengah sekarang. Ia kemudian berganti nama menjadi Sri Maharaja Matsyapati, merajai semua jenis binatang air.
Selain itu Wisnu juga menitis atau terlahir sebagai manusia. Titisan Wisnu menurut pewayangan antara lain,
1. Srimaharaja Kanwa.
2. Resi Wisnungkara
3. Prabu Arjunasasrabahu
4. Sri Ramawijaya
5. Sri Batara Kresna
6. Prabu Jayabaya
7. Prabu Anglingdarma
Ken Arok-Pendiri Kerajaan Singhasari
Ken Arok atau sering pula ditulis Ken Angrok (lahir:1182 - wafat: 1227/1247), adalah pendiri Kerajaan Tumapel (yang kemudian terkenal dengan nama Singhasari). Ia memerintah sebagai raja pertama bergelar Rajasa pada tahun 1222 - 1227 (atau 1247).
Menurut naskah Pararaton, Ken Arok adalah putra Dewa Brahma hasil berselingkuh dengan seorang wanita desa Pangkur bernama Ken Ndok. Oleh ibunya, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri bernama Lembong.
Ken Arok tumbuh menjadi berandalan yang lihai mencuri & gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang. Lembong pun mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi pula yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan.
Ken Arok tidak betah hidup menjadi anak angkat Genukbuntu, istri tua Bango Samparan. Ia kemudian bersahabat dengan Tita, anak kepala desa Siganggeng. Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang ditakuti di seluruh kawasan Kerajaan Kadiri.
Akhirnya, Ken Arok bertemu seorang brahmana dari India bernama Lohgawe, yang datang ke tanah Jawa mencari titisan Wisnu. Dari ciri-ciri yang ditemukan(Tanda lahir berupa gambar cakra dilengan kanan atas dan teompet kulit kerang di lengan kiri atas = Sesuai dengan penggambaran Dewa Wisnu), Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya.
Tumapel merupakan salah satu daerah bawahan Kerajaan Kadiri. Yang menjadi akuwu (setara camat zaman sekarang) Tumapel saat itu bernama Tunggul Ametung. Atas bantuan Lohgawe, Ken Arok dapat diterima bekerja sebagai pengawal Tunggul Ametung.
Ken Arok kemudian tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung yang cantik. Apalagi Lohgawe juga meramalkan kalau Ken Dedes akan menurunkan raja-raja tanah Jawa. Hal itu semakin membuat Ken Arok berhasrat untuk merebut Ken Dedes, meskipun tidak direstui Lohgawe.
Ken Arok membutuhkan sebilah keris ampuh untuk membunuh Tunggul Ametung yang terkenal sakti. Bango Samparan pun memperkenalkan Ken Arok pada sahabatnya yang bernama Mpu Gandring dari desa Lulumbang (sekarang Lumbang, Pasuruan), yaitu seorang ahli pembuat pusaka ampuh.
Mpu Gandring sanggup membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Ken Arok tidak sabar. Lima bulan kemudian ia datang mengambil pesanan. Keris yang belum sempurna itu direbut dan ditusukkan ke dada Mpu Gandring sampai tewas. Dalam sekaratnya, Mpu Gandring mengucapkan kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh 7 orang, termasuk Ken Arok sendiri.
Kembali ke Tumapel, Ken Arok menjalankan rencana liciknya. Mula-mula ia meminjamkan keris pusakanya pada Kebo Hijo, rekan sesama pengawal. Kebo Hijo dengan bangga memamerkan keris itu sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui, sehingga semua orang mengira bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo. Dengan demikian, siasat Ken Arok berhasil.
Malam berikutnya, Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari tangan Kebo Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu menyusup ke kamar tidur Tunggul Ametung dan membunuh majikannya itu di atas ranjang. Ken Dedes menjadi saksi pembunuhan suaminya. Namun hatinya luluh oleh rayuan Ken Arok. Lagi pula, Ken Dedes menikah dengan Tunggul Ametung dilandasi rasa keterpaksaan.
Pagi harinya, Kebo Hijo dihukum mati karena kerisnya ditemukan menancap pada mayat Tunggul Ametung. Ken Arok lalu mengangkat dirinya sendiri sebagai akuwu baru di Tumapel dan menikahi Ken Dedes. Tidak seorang pun yang berani menentang kepustusan itu. Ken Dedes sendiri saat itu sedang mengandung anak Tunggul Ametung.
Pada tahun 1222 terjadi perselisihan antara Kertajaya raja Kadiri dengan para brahmana. Para brahmana itu memilih pindah ke Tumapel meminta perlindungan Ken Arok yang kebetulan sedang mempersiapkan pemberontakan terhadap Kadiri. Setelah mendapat dukungan mereka, Ken Arok pun menyatakan Tumapel sebagai kerajaan merdeka yang lepas dari Kadiri. Sebagai raja pertama ia bergelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi
Kertajaya (dalam Pararaton disebut Dhandhang Gendis) tidak takut menghadapi pemberontakan Tumapel. Ia mengaku hanya dapat dikalahkan oleh Bhatara Siwa. Mendengar sesumbar itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Siwa dan siap memerangi Kertajaya.
Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi di dekat desa Ganter. Pihak Kadiri kalah. Kertajaya diberitakan naik ke alam dewa, yang mungkin merupakan bahasa kiasan untuk mati.
Ken Dedes telah melahirkan empat orang anak Ken Arok, yaitu Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki selir bernama Ken Umang, yang telah memberinya empat orang anak pula, yaitu Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi.
Selain itu, Ken Dedes juga memiliki putra dari Tunggul Ametung yang bernama Anusapati.
Anusapati merasa heran pada sikap Ken Arok yang seolah menganaktirikan dirinya, padahal ia merasa sebagai putra tertua. Setelah mendesak ibunya (Ken Dedes), akhirnya Anusapati mengetahui kalau dirinya memang benar-benar anak tiri. Bahkan, ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya bernama Tunggul Ametung telah mati dibunuh Ken Arok.
Anusapati berhasil mendapatkan keris Mpu Gandring yang selama ini disimpan Ken Dedes. Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal dari desa Batil untuk membunuh Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang saat sedang makan sore hari. Anusapati ganti membunuh pembantunya itu untuk menghilangkan jejak.
Peristiwa kematian Ken Arok dalam naskah Pararaton terjadi pada tahun 1247.
Nama Ken Arok ternyata tidak terdapat dalam Nagarakretagama (1365). Naskah tersebut hanya memberitakan bahwa pendiri Kerajaan Tumapel merupakan putra Bhatara Girinatha yang lahir tanpa ibu pada tahun 1182.
Pada tahun 1222 Sang Girinathaputra mengalahkan Kertajaya raja Kadiri. Ia kemudian menjadi raja pertama di Tumapel bergelar Sri Ranggah Rajasa. Ibu kota kerajaannya disebut Kutaraja (pada tahun 1254 diganti menjadi Singasari oleh Wisnuwardhana).
Sri Ranggah Rajasa meninggal dunia pada tahun 1227 (selisih 20 tahun dibandingkan berita dalam Pararaton). Untuk memuliakan arwahnya didirikan candi di Kagenengan, di mana ia dipuja sebagai Siwa, dan di Usana, di mana ia dipuja sebagai Buddha.
Kematian Sang Rajasa dalam Nagarakretagama terkesan wajar tanpa pembunuhan. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah tersebut merupakan sastra pujian untuk keluarga besar Hayam Wuruk, sehingga peristiwa pembunuhan terhadap leluhur raja-raja Majapahit dianggap aib.
Adanya peristiwa pembunuhan terhadap Sang Rajasa dalam Pararaton diperkuat oleh prasasti Mula Malurung (1255). Disebutkan dalam prasasti itu, nama pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa yang meninggal di atas takhta kencana. Berita dalam prasasti ini menunjukkan kalau kematian Sang Rajasa memang tidak sewajarnya.
Nama Rajasa selain dijumpai dalam kedua naskah sastra di atas, juga dijumpai dalam prasasti Balawi yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya, pendiri Majapahit tahun 1305. Dalam prasasti itu Raden Wijaya mengaku sebagai anggota Wangsa Rajasa.Raden Wijaya adalah keturunan Ken Arok.
Nama Ken Arok memang hanya dijumpai dalam Pararaton, sehingga diduga kuat merupakan ciptaan si pengarang sebagai nama asli Rajasa. Arok diduga berasal dari kata rok yang artinya "berkelahi". Tokoh Ken Arok memang dikisahkan nakal dan gemar berkelahi.
Pengarang Pararaton sengaja menciptakan tokoh Ken Arok sebagai masa muda Sang Rajasa dengan penuh keistimewaan. Kasus yang sama terjadi pula pada Babad Tanah Jawi di mana leluhur raja-raja Kesultanan Mataram dikisahkan sebagai manusia-manusia pilihan yang penuh dengan keistimewaan. Ken Arok sendiri diberitakan sebagai putra Brahma, titisan Wisnu, serta penjelmaan Siwa, sehingga seolah-olah kekuatan Trimurti berkumpul dalam dirinya.
Terlepas dari benar atau tidaknya kisah Ken Arok, dapat ditarik kesimpulan kalau pendiri Kerajaan Tumapel hanya seorang rakyat jelata, namun memiliki keberanian dan kecerdasan di atas rata-rata sehingga dapat mengantarkan dirinya sebagai pembangun suatu dinasti baru yang menggantikan dominasi keturunan Airlangga dalam memerintah pulau Jawa.
Sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Ken_Arok
Ilustrated by: Wang'ZW (Do not copy without my permission)
Minggu, 18 Juli 2010
Liu Bang dan Xiang Yu
Setelah pemberontakan Chen Sheng dan Wu Guang gagal, Liu Bang dan Xiang Yu melanjutkan memimpin para petani melawan pemerintah Qin. Tahun 207 SM, Xiang Yu memimpin pasukan mengalahkan tentara Qin yang berjumlah lebih besar di daerah Julu(barat daya Pingxiang di Hebei). Pada waktu yang sama, Liu Bang mengerahkan pasukan menuju Xianyang. Penguasa Qin menyerah kepada Liu Bang, berakhirlah dinasti Qin.
Setelah dinasti Qin berakhir, Xiang Yu menyebut diri Raja Chu Barat(Xi Chu B Wang), menjadikan Liu Bang Raja Han. Sejak 206 SM, Xiang Yu dan Liu Bang demi memperebutkan tahta raja, berperang selama hampir 4 tahun. Di dalam sejarah, perang ini dikenal sebagai “Perang Chu dan Han”. Pada awal masa perang, Xiang Yu memiliki kekuatan besar, 400000 orang prajurit. Liu Bang hanya memiliki 100000. Namun Liu Bang pintar mengambil hati rakyat, saat memasuki Xianyang, ia menghapuskan hukum dinasti Qin yang kejam, berjanji kepada rakyat, bahwa yang membunuh harus dihukum mati, yang melukai atau merampok harus dihukum. Liu Bang juga sangat memperhatikan orang-orang pintar, ia mendapatkan bantuan dari Xiao He, Zhang Liang, dan Han Xin. Selain itu, Liu Bang menjadikan wilayah Guanzhong yang sangat subur sebagai basis. Maka pasukan Han yang dipimpin oleh Liu Bang perlahan menjadi kuat. Sebaliknya, Xiang Yu bersikap arogan, tidak mau mendengar nasihat, membebaskan pasukannya membakar, membunuh dan merampok, kehilangan dukungan rakyat.
Pertempuran Gaixia
Tahun 202 SM, Liu Bang memimpin pasukan besar menyerang Xiang Yu, di daerah Gaixia(saat ini berada di propinsi Anhui) berhasil mengepung pasukan Chu. Di malam hari, Xiang Yu mendengar pasukan Han di perkemahan mereka menyanyikan lagu Chu, ia merasa sangat terkejut, mengira seluruh daerah Chu telah diduduki tentara Han, maka Xiang Yu dengan sedih berpisah dengan selir Yu(selir dari Xiang Yu), dan membawa 800 lebih pasukan berkuda melarikan diri. Pasukan Han mengejar, hingga akhirnya Xiang Yu harus bunuh diri di Sungai Wu(saat ini berada di timur laut Hexian di Anhui).
Liu Bang setelah mengalahkan Xiang Yu, mendirikan dinasti Han, menetapkan Chang’an(hari ini adalah barat laut Xi’an) sebagai ibukota, menamai negaranya sebagai “Han”, di dalam sejarah dikenal sebagai Han Barat. Liu Bang menjadi Han Gaozu(Kaisar Tinggi Han).
Pertempuran antara Liu Bang dan Xiang Yu diabadikan dalam papan permainan catur gajah(Xiang Qi)dimana ditengah papan diantara 2 kubu terdapat ruang kosong yang melambangkan 楚河漢界 Sungai Chu dan perbatasan Han.
Mitologi China-Asal Usul penciptaan
Penciptaan dunia atau kosmogoni dalam Mitologi China dimulai dari cerita Pangu Membelah Langit dan Bumi(盘古开天避地).Pangu terlahir di dunia yang bebentuk seperti telur.Setelah delapan belas ribu tahun, Pangu menetas dari telur.Bagian atas yang terang menjadi langit dan bagian bawahnya yang temaram menjadi bumi. Untuk mencegah kedua bagian itu menyatu, Pangu menahan keduanya menggunakan tubuhnya.Setiap hari Pangu bertambah tinggi sekitar dua meter dan langit-bumi juga bertambah jauh jaraknya. Setelah meninggal kedua matanya menjadi matahari, bulan dan bintang2, kepala dan tubuhnya menjadi pegunungan, darah dan keringatnya menjadi lautan dan sungai2, nafasnya menjadi awan, ototnya menjadi tanah, sumsum tulangnya menjadi mineral, giginya menjadi batu permata, kulit dan bulu badannya menjadi berbagai jenis tanaman. Menurut Mitologi Cina juga, Pangu adalah hasil perpaduan Yin dan Yang.
Pada saat di dunia sudah tercipta langit dan bumi serta isinya, seorang dewi bernama Nuwa datang. Karena merasa dunia terlalu sepi ia kemudian menciptakan manusia dari tanah liat kuning di sebuah pinggiran Sungai Kuning. Pekerjaan ini sangat menguras tenaganya. Nuwa kemudian memasukkan tali ke dalam sungai itu dan mengibaskannya. Kibasan tanah liat kuning itu menjadi manusia dengan status sosial rendah, sedangkan yang Nuwa buat sendiri adalah manusia yang memiliki status sosial tinggi dan mulia.
Ada versi lain yang mengatakan bahwa Nuwa dan Fuxi adalah 2 manusia pertama di bawah Pegunungan Kunlun dan semua manusia adalah keturunan mereka. Keduanya adalah kakak-beradik bermarga Fèng (凤) dan Fuxi adalah kaisar pertama dari Mitologi Cina, salah satu dari Tiga Maharaja dan Lima Kaisar. Keduanya memiliki badan manusia dengan ekor ular (kadang kepala dengan tanduk lembu).
Dalam Mitologi Cina juga Nuwa dikenal sebagai Penambal Langit. Menurut catatan buku sejarah Shi Jì 史记 bagian Bǔsān Huángběnjì 补三皇本纪, dewa air Gònggōng (共工) memberontak, dan berperang dengan dewa api Zhùróng (祝融). Gònggōng dikalahkan oleh Zhùróng, dalam amarahnya, Gònggong membenturkan kepalanya ke pilar penahan langit barat, yaitu gunung Bùzhou, sehingga langit miring, air dari sungai langit melimpah ke bumi. Nǚwā tidak tega melihat manusia menderita, sehingga ia melebur dan menggunakan Batu Lima Warna (Wǔsèshí 五色石) untuk menambal langit (ada yang mengatakan tujuh warna, sebagai bentuk dari warna pelangi sekarang). Catatan literatur kuno lainnya terdapat perbedaan, seperti buku Huáinánzi 淮南子 bagian Tiānwénxùn 天文训 dicatat sebagai perang antara Gònggōng dan Zhuānxū 颛顼; buku Huáinánzi (淮南子) versi lain (Yuándào 原道) dicatat sebagai perang antara Gònggōng dan Gāoxīn 高辛 ; buku Diaoyùjí 雕玉集 bagian Zhuànglì 壮力 dicatat sebagai perang antara Gònggōng dan Shénnóng 神农; buku Lùshi 路史 bagian Tàiwújì 太吴纪 dicatat sebagai perang antara Gònggōng dan Nǚwā.
Fosil Naga Asli Ditemukan
PADA 4 Maret 2010, di Xinwei Ancient Life Fossils Museum, Anshun, Guangzhou, ada beberapa fosil unik dipamerkan. Materi yang dipamerkan dinamakan ”China Dragon Fossils”, merupakan fosil utuh yang ditemukan di bawah timbunan es abadi di Pegunungan Thianshan, Jalan Sutera.
Mereka menemukan fosil ular naga yang selama beratus-ratus tahun diragukan keberadaannya. Ia memiliki sepasang tanduk di atas kepalanya dan bentuk tubuhnya sangat legendaris seperti hewan yang sering digambarkan dalam buku cerita dan patung kelenteng, serta hiasan istana kekaisaran.
Saat ini kita bisa melihat ular naga dengan mata kepala sendiri, tidak dalam bentuk patung atau gambar lagi. Ada dua tanduk di atas kepalanya dan sayap sebagai totem. Totem pertama kali ditampilkan oleh leluhur Cina dan hingga kini disembah oleh penganut agama Konghucu. Oleh karena itu, masyarakat Cina percaya dirinya adalah turunan naga yang juga disebut ”descendents from dragon”.
Memang dalam kurun waktu yang lama para ilmuwan di dunia beranggapan bahwa naga adalah hewan fiksi yang hanya ada dalam cerita. Namun demikian, sebagian ilmuwan percaya bahwa suatu waktu pasti ditemukan bukti baru naga sebenarnya bukan hanya sebuah cerita.
Salah satu keunikan penyembahan atau pemujaan pada naga hampir ada di seluruh dunia, walaupun bentuknya serupa tetapi tidak sama. Naga simbol di Eropa bentuknya lebih pendek dan berjalan tegak, begitu pula di Afrika. Sementara gambaran naga di Asia, termasuk di Indonesia, bentuknya lebih panjang dan hampir semuanya memiliki sayap di belakang punggungnya. Sifat unik yang digambarkan masyarakaat adalah, dalam keadaan marah embusan napasnya bisa mengeluarkan api, sedangkan warnanya ada yang hitam, putih, dan kuning, tergantung penggambaran sifat.
Bagi masyarakat spiritual Jawa, penggambaran naga juga hampir sama, dianggap sebagai makhluk suci. Terbukti dengan embel-embel pemberian nama belakang pada benda-benda keramat seperti keris, tombak, dan lain-lain. Dalam dunia pewayangan juga kita ingat nama Sanghyang Antaboga, dewa ular yang dipercaya hidup di dalam tanah lapisan ke tujuh. Beberapa nama keris ampuh juga bernama awal naga seperti Nagasastra, Nagarunting, Nagapasa, Nagagini, dan lain-lain. Terlepas dari semua itu, dengan restu dari Allah SWT Yang Mahakuasa, kini kita bisa melihat bukti bahwa naga itu ternyata benar sejenis dengan reptil yang pernah ada di muka bumi.
Fosil naga awalnya ditemukan di Guanling County, Anshun City, tahun 1996. Para arkeolog menutup rapat-rapat penemuan itu sehingga masyarakat dunia tidak mengetahui temuan spektakuler tersebut. Fosil naga disimpan para ahli Cina dalam kondisi baik selama puluhan tahun untuk menelusuri bukti-bukti pembanding lain yang lebih meyakinkan. Binatang purba ini memiliki panjang keseluruhan 7,6 meter. Bagian kepala dengan panjang 76 sentimeter dan leher 54 sentimeter. Tubuhnya 2,7 meter, lebar dalam 68 sentimeter, dan ekor dengan panjang 3,7 meter.
Kepalanya berbentuk segitiga dengan dua tanduk yang simetris dan panjang 27 sentimeter. Gambaran itu menjadikan fosil terlihat sangat legendaris, gagah seperti naga hidup. Naga Cina merupakan binatang reptil yang hidup di laut dalam periode Triassic sekitar 200 juta tahun lalu. Sebagai amfibius, ia menghabiskan sebagian besar waktu hidup di air, meskipun kadang-kadang ia berjalan di darat. Hewan ini, menurut penelitian, hidup dengan mengonsumsi ikan kecil.
Fosil tersebut merupakan temuan pertama di Cina dalam bentuk tubuh lengkap dengan sepasang tanduk dan sepasang cakarnya. Di situs Discovery Channel diperlihatkan beberapa bukti bahwa naga benar-benar memiliki tanduk.
sumber:
http://ekoredranger.wordpress.com/2010/04/15/fossil-naga-asli-ditemukan/
pikiran rakyat
Naga (Long 龙)
Dalam kepercayaan orang2 China, Naga dianggap sebagai makhluk mitologi yang membawa kemakmuran, pelambang baik, kejayaan. Berbeda jauh dari budaya bangsa barat yang menggangap naga Dragon sebagai utusan iblis yang suka memakan manusia...-_-...
Orang2 China sangat menghormati Naga hingga belakangan beberapa orang China dengan bangga mengatakan bahwa mereka Long De Chuan Ren (garis keturunan Naga / descendents from dragon).
Asal usul Naga bisa aku ambil menjadi tiga, yaitu secara mitologi, legenda dan sejarah.
MITOLOGI
gambar 1. Fuxi dan Nuwa
Fuxi dan Nuwa dianggap sebagai Patriach dan Matriach pertama orang2 Hua Xia(China Kuno)(dianggap juga sebagai leluhur orang2 China).Mereka digambarkan sebagai manusia setengah Naga(berekor ular dengan ujung seperti ekor ikan), maka mereka berdua adalah naga pertama.
Legenda
gambar 2. Yu Agung mengatur perairan
The Great Yu (Yu Agung) adalah kaisar pendiri dinasti Xia, dinasti pertama di China.
Beliau berjasa karena sewaktu menjadi menteri perairan yang menangani proyek banjir sungai Kuning, berkat kepemimpinannya kaisar Shun mengangkatnya sebagai penggantinya.
Konon sewaktu sedang mengawasi pengerjaan bendungan di sungai kuning(hingga tercipta sebuah air terjun), Yu Agung menolong sekelompok ikan Li/Tambera yang mempunyai kebiasaan bertelur di Hulu sungai, kemudian kawin di hilir sungai dan bertelur kembali di Hulu. Tetapi kini ditengah jalan para ikan menemui air terjun yang tinggi, mereka kemudian menangis. Hal ini didengar oleh yu Agung, oleh Yu Agung para ikan disuruh melompati air terjun tersebut sehingga menjadi naga. Yu Agung adalah orang suci yang dikirim oleh langit untuk menjadi pembimbing suku Hua Xia, maka kata2nya pun menjadi kenyataan. Setelah para ikan melompati air terjun, mereka berubah wujud menjadi Long Yu(ikan berkepala naga) dan kemudian menjadi naga seutuhnya.
Sejarah
gambar 3. Huang Di
gambar 4. Chi You
Kaisar Kuning (Huang Di)adalah pemimpin suatu suku di bantaran sungai kuning, bernama asli Xiong (beruang). Beliau menghimpun suku2 Hua Xia yang lain untuk bergabung menjadi sebuah suku yang besar. Hanya Chi You yang menolak. Dikatakan Chi You dan sukunya berbadan raksasa dan memakan batu, mereka juga pandai sihir, versi lain menyebutkan bahwa Chi You merupakan keturunan dari Yandi (kaisar Api) Shen Nong karena sama2 memiliki tanduk dikepalanya.
Sewaktu Xiong dan Chi You berperang, Chi You menggunakan sihirnya menciptakan kabut tebal yang menyebabkan Xiong dan pasukannya tersesat. Seorang Duta dari Langit(Ji Tian Xian Nu) membimbing Huang Di dengan menciptakan kompas. Setelah keluar dar kabut, Xiong memenangkan pertempuran dengan Chi You dan diangkat sebagai seorang kaisar bergelar Huang Di.
Sewaktu akan membuat totem simbol negerinya, beberapa bawahannya meminta agar simbol totem suku asal Huang Di yang dijadikan sebagai lambang negeri, tetapi ditolak Huang Di.Huang Di berkata, negeri baru ini terdiri dari berbagai suku, bukannya satu suku. Maka Huang Di membuat sebuah Totem yang merupakan penggabungan dari suku2 Hua Xia. Wujud toem itu bermoncong buaya, bertanduk rusa, bermata kelinci, bertelinga kerbau, bermisai srigala, berbadan ular, berekor ikan, berperut katak,bercakar rajawali.
Itulah wujud naga yang kita kenal sekarang.
gambar 5. huruf kanji kuno untuk naga (Long 龙)
Reteller by: Wang'ZW
Mitologi Yunani-Asal Usul Para Dewa Olympus
gambar 1. Gaia Ibu Bumi
Pada awalnya didunia ini hanya ada Khaos(Kekacauan/Χαος).dari dia lahirlah para Protogenoi yaitu sekelompok dewa yang lahir pada awal mula terciptanya alam semesta. Para Protogenoi adalah entitas atau mahluk pertama yang muncul. Mereka abadi dan membentuk tatanan alam semesta. Para Protogenoi adalah dewa-dewa awal yang menjadi leluhur dari dewa-dewa lainnya. Meskipun secara umum diyakini para Protogenoi lahir dari Khaos, beberapa sumber menyebutkan ada sepasang dewa lain yang menjadi orang tua Protogenoi. Para Protogenoi mewakili berbagai unsur alam. Para Protogenoi ini antara lain; Gaia(Ibu Bumi), Uranus (bapak langit), Erebos(kegelapan), Nyx(malam), Tartaros(lubang neraka), Thesis(penciptaan), dll.
Kemudian Uranus menjadi penguasa para Protogenoi, dia menikahi ibunya, Gaia dan melahirkan para Titan. Para Titan adalah makhluk yang luar biasa, mereka abadi, tinggi hingga menyentuh langit dan menjadikan gunung-gunung sebagai singgasana mereka. Ada 12 titan yang dilahirkan oleh Gaia, mereka adalah Okeanos, Koios, Hiperion, Krios, Yapetos, Kronus,dan para Titan wanita Theia, Rhea, Mnemosyne, Foebe, Tethis dan Themis. Selain para Titan, dari Uranus, Gaia melahirkan 3 Cyclops(raksasa bermata satu) Brontes, Steropes dan Arges dan 3 Hekatonkhires(raksasa berkepala 50 dan bertangan seratus) Kottus, Briareus, dan Giges. Uranus sangat membenci anak2 terakhir mereka(Cyclops dan Hekatonkhires), sehingga oleh Uranus mereka dikurung didasar bumi. Ini membuata Gaia merasa kesakitan dan sedih...(karena Uranus merobek perut Gaia dan membuang 6 anaknya ke perut Gaia)
Gambar 2. Gigantes
maka dia meminta anak2nya para Titan membunuh ayah mereka dan membebaskan saudara2 mereka keatas bumi...hanya Kronus, putra bungsunya yang menyanggupinya. Lalu Gaia membuat sebuat senjata yang sangat tajam terbuat dari logam adamantine dan diletakkan diatas langit, itulah bulan sabit yang sekarang kita kenal. Koios, Hiperion, Krios dan Yapetos memegangi Uranus diempat penjuru, dan kronus dengan berani mengambil sabit dan merobek langit malam sehingga Uranus pun mati. Dari darah Uranus lahir para Erinya sang raksasa, Nimfa(peri) dan Meliad. ketika darah menetes kebumi lahirlah para Gigantes...
Gambar 3 & 4. Kronus, Titan penguasa waktu
Kronus kini menjadi pemimpin para Titan, dia mengambil Rhea sebagia istrinya. Tetapi Kronus tidak mematuhi perintah ibunya, dia tetap mengurung saudara2nya yang buruk rupa didalam bumi. Sewaktu membunuh Uranus, dia dikutuk oleh Uranus bahwa dia akan mati dibunuh oleh anaknya. Kemudian Kronus menelan semua anak yang Rhea lahirkan, ini membuat Rhea dan Gaia menjadi sedih. Gaia lalu meminta Rhea membuat patung bayi dari batu yang akan ditelan Kronus nantinya. Sewaktu Rhea melahirkan anaknya, dia segera menukar bayinya dengan batu dan membiarkan Kronus menelan bayinya. Gaia lalu membawa bayi itu, Zeus ke pulau terpencil untuk dirawat oleh para Nimfa.
Zeus, yang merupakan seorang dewa memiliki kekuatan yang luar biasa...mereka para dewa mampu berubah wujud menjadi sesuai apa yang mereka mau. Akhirnya setelah dewasa Zeus dengan bimbingan Gaia menemui Kronus dan para Titan. Zeus dengan diam2 menemui ibunya, Rhea dan memberikan obat khusus untuk diberikan kepada Kronus. Setelah Kronus meminum minuman yang disuguhkan oleh Rhea, Kronus memuntahkan semua anak2nya yang telah dia telan. Mereka adalah Hades, Poseidon, Hera, Demeter dan Hestia. kemudian Zeus , Poseidon dan Hades pergi ke Tartaros tempat para Cyclops dan Hekatonkhires ditahan. Oleh para Cyclops para Dewa dibuatkan senjata, Petir untuk Zeus, Trisula untuk Poseidon dan Helmet kasat mata untuk Hades. Hekatonkhires memutuskan membantu para dewa untuk melawan para Titan.
Titanomakhia, atau Perang Titan (Τιτανομαχία), adalah serangkaian pertempuran yang terjadi selama sepuluh tahun antara para Titan melawan dewa-dewa Olimpus jauh sebelum keberadaan manusia. Para Titan, berjuang dari Gunung Othrys dan para dewa Olimpus, berjuang dari Gunung Olimpus. Perang ini terjadi karena Zeus dan saudara-saudaranya melakukan perlawanan terhadap Kronus, ayah mereka yang telah menelan mereka. Tidak semua Titan memihak kelompok Titan dalam perang ini. Semua Titan wanita memilih tidak terlibat perang, Okeanos mmemilih tetap netral, sedangkan Prometheus, Epimetheus, dan Stix beserta anak-anaknya berpihak pada Zeus.Setelah berlangsung selama sepuluh tahun, pihak Zeus akhirnya meraih kemenangan. Zeus kemudian mengurung para Titan yang melawannya di Tartaros. Sedangkan Atlas harus memikul langit di pundaknya.
Gambar 5. Para Dewa Olympus
Setelah Titanomakhia selesai, Zeus membangun istana para Dewa di gunung Olympus dan menjadi raja para Dewa. Dia mengambil Hera sebagai istrinya. Poseidon sebagai Dewa penguasa laut dan Hades sebagai penguasa alam bawah di Tartaros. Para Dewa beranak istris dan melahirkan dewa dewi yang kita kenal seperti Athena, Apollo, Ares, dll.
Sedangkan Gaia, ibu Bumi tetap menjaga anak2 dan keturunannya yaitu kita untuk selamanya...
Langganan:
Postingan (Atom)