Mitos Garudheya hidup di kalangan masyarakat Jawa kuno, khususnya yang mendapat pengaruh Hinduisme. Mitos ini mengisahkan perjuangan seorang anak untuk membebaskan ibunya dari penderitaan. Alkisah di sebuah pertapaan, tinggal seorang resi bernama Resi Kasyapa dengan dua orang istrinya, Dewi Winata dan Dewi Kadru. Walaupun kedua istri sang resi tersebut bersaudara kandung, namun di antara keduanya terjadi persaingan keras untuk mendapatkan perhatian yang lebih dari suaminya. Oleh karena itu, keduanya merasa gelisah ketika mereka tak juga dikaruniai putra.
Pada suatu hari, Dewi Winata kedatangan seorang dewa yang menghadiahkan sebuah telur kepadanya. Dewa itu berpesan agar Dewi Winata menjaga telur itu baik-baik hingga saatnya menetas nanti dan merawat makhluk yang keluar dari dalam telur tersebut. Sang Dewi lalu menyimpan telur di tempat tersembunyi. Pada saat yang bersamaan ternyata Dewi Kadru juga mengalami hal yang sama. Setelah tiba waktunya, telur yang diberikan kepada Dewi Winata menetas dan dari dalam telur tersebut keluar seekor anak burung. Sementara itu, telur milik Dewi Kadru juga menetas dan dari dalamnya keluar beberapa ekor ular. Kedua wanita itu merawat anak-anak angkat mereka dengan baik. Anak angkat Dewi Winata tumbuh menjadi seekor garuda yang diberi nama Garudheya, sementara anak-anak Dewi Kadru tumbuh menjadi naga.
Walaupun masing-masing telah mempunyai anak angkat, persaingan di antara kedua wanita tersebut tidak mereda. Pada suatu hari, Dewi Kadru menipu kakaknya dalam sebuah taruhan, sehingga ia memenangkan taruhan tersebut. Dewi Winata yang kalah harus menjadi budak Dewi Kadru dan anak-anaknya. Garudheya sangat sedih melihat penderitaan ibunya. Setelah dewasa, Garudheya berusaha mencari cara untuk membebaskan ibunya dari perbudakan. Akhirnya Garudheya berhasil mendapatkan keterangan bahwa ibunya akan bebas dari ikatan perjanjian dengan tebusan tirta amerta (air kehidupan) yang tersimpan di kahyangan dan dijaga oleh Dewa Wisnu. Setelah melalui berbagai perjuangan, Garudheya berhasil mendapatkan izin dari Dewa Wisnu untuk mengambil tirta amerta yang diperlukan untuk meruwat (membebaskan dari penderitaan) ibunya dengan syarat ia harus menjadi tunggangan Dewa Wisnu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar