Kamis, 02 Januari 2014

Panchatantra


Pancatantra adalah sebuah karya sastra dunia yang berasal dari KashmirIndia dan ditulis pada abad-abad pertama Masehi.
Pañcatantra ini mengisahkan seorang brahmana bernama Wisnusarma yang mengajari tiga pangeran dungu putra prabu Amarasakti mengenai kebijaksanaan duniawi dan kehidupan, atau secara lebih spesifik disebut ilmu politik atau ilmu ketatanegaraan. Ilmu pelajarannya terdiri atas lima buku, itulah sebabnya disebut Pañcatantra yang secara harafiah berarti “lima ajaran”. Lima bagian ini merupakan lima aspek yang berbeda dari ajaran sang brahmana ini. Bagian-bagian tersebut di dalam buku bahasa Sanskerta yang berjudulkan Tantrakhyāyika dan dianggap sebagai redaksiPañcatantra yang tertua, adalah sebagai berikut:
  1. Mitrabheda (Perbedaan Teman-Teman)
  2. Mitraprāpti (Datangnya Teman-Teman)
  3. Kākolūkīya (Peperangan dan Perdamaian)
  4. Labdhanāśa (Kehilangan Keberuntungan)
  5. Aparīkṣitakāritwa (Tindakan yang Tergesa-Gesa )
Ciri khas Pañcatantra ini terutama ialah bahwa ceritanya dikisahkan dalam bentuk cerita bingkai dan banyak mengandung fabel-fabel. Cerita bingkai ini juga disebut dengan istilah kathāmukhadan cerita-ceritanya semua dianyam menjadi satu dengan yang lain. Setelah setiap cerita yang biasanya dalam bentuk prosa, moral cerita diringkas dalam bentuk seloka.
Cerita-cerita fabel Pañcatantra banyak yang berdasarkan cerita-cerita jataka.

Cerita Pañcatantra juga dibawa ke timur, menuju ke Asia Tenggara. Versi-versi yang diketahui ada dalam bahasa Thai, bahasa Laos dan beberapa bahasa di Indonesia. Selain bahasa Jawa dan Melayu, ada juga versi dalam bahasa Bali, bahasa Madura dan kemungkinan bahasa Sunda (Kuna) . Versi-versi dalam bahasa Jawa Kuna serta bahasa Thai dan bahasa Laos banyak memperlihatkan persamaan secara struktural dengan sebuah gubahan Pañcatantra dalam bahasa Sanskerta dari India bagian selatan yang disebut Tantropākhyāna. Bahkan seloka-seloka yang ada dalam versi prosa Jawa Kuna banyak yang menunjukkan persamaan dengan yang ada di Tantropākhyāna.
Tantropākhyāna yang masih ada sudah tidak lengkap lagi. Cerita bingkai atau kathāmuka sudah tidak ada dan dari empat buku yang semestinya ada, cuma tersisa tiga. Meskipun naskahTantropākhyāna yang ditemukan ini tidak lengkap lagi, tetapi setelah diperbandingkan dengan sebuah versi dalam bahasa Tamil dan versi-versi Asia Tenggara lainnya yang masih berkerabat bisa disimpulkan bahwa Tantropakhyāna ini strukturnya agak berbeda dengan Tantrakhyāyika yang disinggung di atas ini, cerita-ceritanya juga lain. Tantropakhyāna tidak terdiri atas lima buku tetapi terdiri atas hanya empat buku yang namanya juga lain pula:
  1. Nandakaprakaraṇa (cerita seekor lembu)
  2. Maṇḍūkaprakaraṇa (cerita si kodok)
  3. Pakṣiprakaraṇa (cerita para burung)
  4. Piśacaprakaraṇa (cerita para pisaca (semacam raksasa))
Lalu kathāmukha atau cerita bingkainya juga berbeda. Di mana dalam Tantrakhyāyika seperti disinggung di atas ini mengisahkan seorang brahmana yang ingin mengajarkan ilmu politik kepada tiga pangeran yang dungu, dalam versi-versi lain yang berkerabat dengan Tantropakhyāna, cerita bingkai ini mengisahkan seorang raja yang ingin menikah setiap malam, mirip dengan kisah cerita "1001 Malam". Di sini harus diberi catatan bahwa cerita bingkai ini dalam naskah tunggal Tantropakhyāna sudah tidak tersimpan lagi. Dalam Tantri Kāmandaka, begitulah sebutan teks ini dalam bahasa Jawa Kuna, kathāmukha ini disebut Wiwahasarga, atau arti harafiahnya ‘kisah pernikahan’.

Cerita-cerita dari Pancatantra juga banyak ditemukan dalam bentuk relief. Relief-relief ini banyak pula ditemukan di pulau Jawa. Candi-candi yang mengandung relief-relief Pancatantra antara lain adalah:
  • Candi Mendut
  • Candi Sojiwan
  • Candi Penataran
  • Candi Jago


Dari kisah Panchatantra yang pernah aku baca, yaitu Mitrabheda mengisahkan seekor lembu jantan yang bernama Sanjivaka yang berteman dengan seekor raja hutan yaitu singa yang bernama Pingalaka. Awalnya Pingalaka takut dengan Sanjivaka karena Sanjivaka terlihat besar, kuat dan bijaksana, kemudian mereka pun berteman. Patih Pingalaka yaitu dua serigala bersaudara yang bernama Karataka dan Damanaka kurang menyukai hubungan raja mereka dengan lembu asing, maka kedua serigala itu, khususnya Damanaka yang licik berusaha memisahkan kedua sahabat tersebut dengan cara menceritakan kisah-kisah fabel kepada Sanjivaka dan Pingalaka. Sanjivaka dan Pingalaka kemudian menjawab cerita dari para serigala dengan menceritakan kisah fabel lainnya.
Beberapa kisah fabel diantaranya
Sang Raja dan monyetnya yang bodoh
Seorang raja memiliki peliharaan seekor monyet. suatu hari sang raja berpesan kepada monyetnya agar menjaganya sewaktu tidur siang. Si monyet diberi sebuat pedang dan raja berpesan kepada monyet agar membunuh siapa saja yang mengganggu tidur sang Raja. Si monyet sangat bangga & berjalan kesana kemari mengawasi sekeliling ketika sang raja tertidur. Tiba tiba seekor lalat masuk keruangan & langsung nongkrong di leher raja. sang monyet teringat pesan raja & langsung mengayunkan pedangnya. Bisa dibayangkan akhirnya apa yang terjadi....


Kura kura dan Angsa
Disebuah kolam tinggalah seekor kura kura yang cerewet, hampir semua penghuni kolam menjauhinya karena terganggu oleh ocehannya yang tidak berarti. Suatu saat datanglah sepasang angsa tinggal dikolam itu & mereka bersahabat dengan si kura kura. Kura kura sangat sengat mendapatkan teman baru, apalagi kedua angsa tersebut dikenal sebagai pasangan yang sabar dan setia kawan. Ketika tiba saat kedua angsa itu pergi, kura kura merajuk agar diajak pergi oleh kedua angsa. Karena kasihan, kedua angsa mengijinkan kura kura ikut dengan mereka. Kedua angsa dan kura kura menggigit sebuah dahan dan terbang bersama. Sebelumnya kura kura diberi peringatan agar tidak berbicara dalam perjalanan yang dia menyanggupinya. Setelah sampai diatas, kura kura yang takjub melihat kolam tempat tinggalnya mengecil berteriak mengejek semua penghuni kolam yang memusuhinya, "Lihat, aku bisa terbang!!!!". Dan karena kura kura melepaskan gigitannya, maka seketika dia terjun bebas ke tanah.

Bangau dan Kepiting
Bangau sudah terlalu tua untuk menangkap ikan yang lebih gesit bergerak didalam air. Dia berpikir kalau begini terus dia akan mati kelaparan. Kemudian dengan idenya, dia mendatangi para ikan dan mengatakan bahwa sebentar lagi musim kemarau, dan bila kemarau datang, kolam tempat tinggal para ikan akan kering dan para ikan bisa mati. Para ikan mulai kawatir, kemudian bangau mengatakan kalau dibalik gunung ada sebuah kolam besar yang tidak akan kering. Maka dimulailah transmigrasi para ikan ke kolam yang baru. Kepiting yang curiga dengan sikap bangau berusaha mencegahnya, Kepiting kemudian meminta bangau melihat kolam baru tersebut. dengan enggan bangau mengantarkan kepiting. Ditengah jalan alangkah terkejutnya kepiting melihat tualng tulang ikan berserakan, teman temannya telah dijebak oleh bangau dan dimangsa ditengah jalan. Kepiting yang marah kemudian mencapit leher bangau hingga putus & kemudian dengan susah payah kembali menemui teman-temannya.